Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Asal-usul kata lintah darat atau rentenir.
Majalah Tempo menyebutnya lintah darat 4.0.
Pelbagai versi kata rentenir dalam beberapa bahasa populer.
JUDUL artikel majalah Tempo edisi 30 Oktober 2021, “Lintah Darat 4.0”, menarik. Angka 4.0 menegaskan bahwa praktik memberi pinjaman dengan bunga mencekik itu juga bertransformasi di era digital. Pinjaman online mengakrabkan diri dalam bentuk ringkas: pinjol.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Frasa lintah darat—nama lain dari rentenir—sudah digunakan pada 1941. Ada film berjudul serupa, disutradarai Wu Tsu dan diproduseri Jo Eng Sek. Dalam film ini, tokoh Kumala harus meminjam kepada lintah darat bernama Karim untuk membiayai ibunya yang sakit. Ketika akhirnya ibu Kumala meninggal, rumah mereka disita. Di film seri terbatas Netflix besutan Hwang Dong-hyuk, Squid Game, hidup orang-orang yang akhirnya terjebak dalam permainan anak-anak tapi mematikan itu tak jauh dari rentenir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat (halaman 1.166), rentenir diartikan n orang yang mencari nafkah dng membungakan uang; tukang riba; pelepas uang, lintah darat. Kata rente (asal kata rentenir) pernah dibahas Arianto A. Patunru dalam rubrik Bahasa Tempo edisi 5 Desember 2016. Artikel itu mengingatkan saya pada konflik sengketa lahan di salah satu tanah adat di Sulawesi Selatan pada 1963 saat bukti kepemilikan lahan warga dalam bentuk rente terbakar bersama rumah-rumah mereka.
Sebelum pinjol marak, masyarakat kelas bawah kita telah akrab dengan rentenir. Para pedagang kecil di pasar yang ingin usaha mereka tetap berjalan tak luput dari penyedia “dana cepat” itu. Hasil penelitian Kamil (2015) bahkan menunjukkan bahwa rentenir di Pasar Legi, Yogyakarta, memiliki pengaruh terhadap kondisi kesejahteraan para pedagang pasar. Hasil penelitian Dewi (2017) mengenai faktor yang mempengaruhi minat pedagang Pasar Bantul terhadap pinjaman rentenir juga memperlihatkan bahwa faktor kemudahan berpengaruh positif signifikan terhadap minat kredit kepada rentenir di pasar itu.
Di kampung saya di daerah pesisir Bajoe, Sulawesi Selatan, rentenir digelari pahari-hari (mereka yang datang menagih tiap hari) dan paminggu-minggu (mereka yang datang menagih tiap satu minggu). Di beberapa daerah, mereka disebut bank keliling. Di sejumlah daerah di Jawa Tengah, orang-orang menyebutnya bank titil atau bank plecit. Sementara itu, di Jawa Barat, mereka dikenal dengan nama bank emok (bigalpha.id).
Bahasa Inggris mengenal istilah loan shark yang dalam Kamus Merriam-Webster daring diartikan one who lends money to individuals at exorbitant rates of interest. Istilah tersebut mulai populer pada abad ke-19. Dalam bukunya, Loan Shark: The Birth of Predatory Lending, Charles R. Geisst mengungkap awal praktik pemberian pinjaman predator ini. Tiga dekade setelah Perang Sipil Amerika, peristiwa Black Friday yang menyebabkan resesi parah di Amerika ternyata membawa keuntungan bagi para pengusaha. Mereka melihat adanya kesempatan menyediakan jasa pinjaman untuk perorangan dan bisnis kecil yang tidak diakomodasi oleh bank besar yang hanya beroperasi di kota-kota besar. Pada 1980-an, praktik peminjaman itu menjadi industri rumah tangga yang berkembang pesat.
Bahasa Inggris mencatat beberapa istilah selain loan shark. Ada peer-to-peer lending dan payday loans untuk kredit jangka pendek serta salary lender, yang terkenal pada 1920. Lalu, ketika praktik itu dilarang, pihak pemberi pinjaman predator muncul dengan nama baru: pembelian gaji atau salary buying. Mereka mengklaim bahwa mereka tidak memberikan pinjaman, tapi membeli upah masa depan dengan harga diskon. Praktik ini berkembang sampai akhir 1930.
Di Jepang, rentenir dikenal dengan istilah sarakin. Ketika para pengutang mulai terlambat membayar pinjaman, nama mereka akan diumumkan oleh sarakin di depan rumah, sekolah, dan kantor dengan pengeras suara. Sarakin juga muncul dalam acara pernikahan dan pemakaman untuk menagih utang kepada debitor.
Di Malaysia dan Singapura, rentenir digelari ah long. Mereka mengecat rumah debitor dengan cat merah ketika debitor menunggak. Saya tiba-tiba teringat pada istilah “disemprot”, yang dipakai di kampung kami ketika ada satu penduduk yang terlambat membayar cicilan rumah. “Disemprot” merujuk pada pengumuman “Rumah Ini dalam Pengawasan Bank”, ditulis dengan cat semprot merah yang mungkin terinspirasi dari para ah long itu.
Dari Barat ke Timur kita lihat, praktik peminjaman predator ini mengiringi denyut perekonomian dunia. Lain lubuk lain belalang, pepatah itu tepat untuk para rentenir yang lihai berganti nama. Masa sulit di era transformasi data rupanya menjadi lubuk luas nan dalam bagi mereka untuk menjerat korban-korbannya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo