Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MEMBENGKAKNYA nilai kredit macet pada pinjaman online (pinjol) saat ini merupakan buah dari kelambanan Otoritas Jasa Keuangan mengatur bisnis tersebut sedari awal. Setelah peminjam yang terpukul karena bunga berlipat dari utangnya, kini giliran para investor pemberi pinjaman atau lender yang kelabakan karena modal mereka nyangkut akibat gagal bayar perusahaan pinjol.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hingga pekan lalu, jumlah perusahaan peer-to-peer (P2P) lending, atau pinjol, yang memiliki tingkat wanprestasi 90 hari (TWP90) terus menanjak. TWP90 menunjukkan tingkat pinjaman yang tidak terbayarkan lebih dari 90 hari sejak tanggal jatuh tempo. Kredit macet dianggap bermasalah manakala angka TWP90 perusahaan pinjol sudah lebih dari 5 persen. Teranyar, TWP90 PT Investree Radhika Jaya (Investree) tercatat sebesar 12,58 persen pada awal Januari. Angka ini melonjak hampir tiga kali lipat dari 3,29 persen pada Desember 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, pada Desember lalu, OJK sudah mengumumkan 22 perusahaan pinjol yang tingkat wanprestasinya di atas 5 persen. Sekitar seratus investor telah menagih dana ke TaniFund sebesar Rp 14 miliar dan ada 40 lender yang menggugat iGrow. Dua perusahaan itu tercatat memiliki TWP90 masing-masing 63,93 dan 16,91 persen.
Kredit macet pinjol meroket lantaran para peminjamnya kesulitan melunasi utang akibat beban bunga yang amat tinggi. Di sisi lain, pinjol cenderung mengabaikan kehati-hatian dalam memberikan pinjaman. Banyak yang malah menawarkan pinjaman dengan iming-iming kemudahan persetujuan.
Mayoritas peminjam pinjol adalah anak muda, juga masyarakat yang belum bisa mengakses pembiayaan perbankan. Nilai pinjaman mereka banyak yang melampaui pendapatannya. Artinya, sejak awal mereka semestinya sudah terdeteksi tak layak diberi utang.
Tapi, karena belum ada aturan yang jelas dan pengawasan yang ketat dari otoritas, praktik buruk ini berlangsung terus. Padahal membiarkan praktik ini berlarut-larut akan merugikan semuanya. Masyarakat terpuruk karena tercekik bunga pinjol yang tinggi. Dan, ketika mereka tak sanggup membayar utang, terjadi lonjakan kredit macet yang efeknya bisa meluas.
OJK semestinya mulai mengawasi secara ketat dari hulu hingga hilir. Tahun lalu—setelah jatuh banyak korban pinjol—OJK telah menerbitkan peta jalan tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi. Semestinya hal itu diikuti dengan penyusunan aturan main yang lebih jelas. Industri ini perlu diatur agar tumbuh dengan persaingan yang sehat dan menguntungkan semua pihak. Di sisi lain, mereka perlu diawasi dengan perangkat sanksi dan hukuman yang tegas.
Data per September 2023 memang menunjukkan bahwa rata-rata TWP90 fintech lending turun menjadi 2,82 persen dibanding pada kuartal sebelumnya. Artinya, masih di bawah ambang batas. Meski demikian, nilai kredit macet pinjol secara keseluruhan mulai mengkhawatirkan. Per Agustus lalu, jumlahnya sudah mencapai Rp 1,53 triliun, melonjak hampir dua kali lipat dari Rp 800 miliar pada awal 2022. Jika dibiarkan, bukan tidak mungkin kredit macet pinjol ini akan menjadi bom waktu.
Kita tidak ingin OJK sekadar menjadi pemadam kebakaran yang datang setelah kebakaran dan kerugian terjadi. Jangan sampai negara menanggung ongkos mahal untuk masalah yang semestinya dapat dicegah sejak jauh hari.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo