Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

kolom

Di Balik Mahalnya Biaya Logistik

Pembangunan infrastruktur belum berhasil meningkatkan daya saing produk nasional. Butuh terobosan lain untuk menekan biaya logistik.

2 Maret 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kenaikan tarif muatan udara selama lebih dari enam bulan terakhir hanyalah puncak gunung es dari persoalan akut mobilitas logistik di negeri ini. Pembangunan infrastruktur di era pemerintah Joko Widodo tampak belum berhasil mendorong prasarana logistik menjadi lebih kompetitif.

Tak mengherankan bila pengusaha jasa pengiriman logistik dan pos langsung menjerit setelah tarif kargo udara dinaikkan lebih dari 300 persen. Empat perusahaan jasa pengiriman pun gulung tikar. Beberapa perusahaan mengalihkan pengiriman barang melalui kereta api atau kapal laut. Masalahnya, sebagian besar dari mereka masih bergantung pada jasa kargo udara yang didominasi dua maskapai besar: Garuda Indonesia dan Grup Lion Air. Dua perusahaan inilah yang mendikte harga pengiriman barang melalui udara.

Tekanan tak cuma datang dari tarif muatan udara. Pembangunan bandar udara baru belum memberikan manfaat yang maksimal. Proses bongkar-muat kargo di Bandara Kualanamu, Medan, misalnya, bisa menelan waktu hampir tiga jam. Inefisiensi ini ujung-ujungnya mengerek ongkos logistik hingga di atas angka kewajaran.

Persoalan serupa terjadi di pelabuhan. Pembangunan sejumlah pelabuhan baru tidak disertai akses bongkar-muat yang memadai. Kegiatan bongkar-muat masih berjalan lamban. Lamanya waktu tunggu untuk proses klarifikasi dan verifikasi dokumen kerap memperburuk situasi. Padahal waktu tunggu, waktu tunda, dan waktu kerja adalah ukuran kinerja sebuah pelabuhan.

Di sinilah pentingnya membangun infrastruktur lunak, yang dimulai dari kehandalan sistem dan kecakapan pengelola, untuk menopang seluruh proses bongkar-muat—baik di pelabuhan maupun di bandara. Termasuk dalam menata ulang sistem pergudangan dan memberikan perlindungan hukum terhadap kontrak pengiriman barang bagi para pelaku usaha. Kepastian regulasi ini sekaligus untuk mengikis biaya tambahan di pelabuhan, yang mencapai 40 persen dari total biaya pengiriman barang.

Tanpa upaya itu, sulit rasanya memindahkan pengiriman barang dari darat ke laut, yang memiliki kapasitas angkut lebih besar. Apalagi bila kita ingin memaksimalkan tol laut, yang menjadi salah satu program prioritas pemerintah. Sejak beroperasi pada 2015, tol laut memang telah berkembang dari 3 trayek menjadi 18 trayek. Namun kehadiran tol laut belum bisa meningkatkan volume pengangkutan barang.

Merujuk pada Indeks Kinerja Logistik yang diterbitkan Bank Dunia tahun lalu, infrastruktur bukan satu-satunya parameter untuk menilai kualitas distribusi logistik. Infrastruktur harus ditopang aspek lain, yakni efisiensi kepabeanan, kemudahan pengiriman barang, kompetensi petugas jasa logistik, kemudahan pelacakan barang, serta ketepatan waktu.

Dibandingkan dengan lima tahun lalu, Indeks Kinerja Logistik Indonesia sebenarnya mengalami kemajuan, naik dari peringkat ke-53 menjadi ke-46. Namun, di antara sejumlah negara ASEAN lainnya, posisi Indonesia masih tertinggal dari Singapura (peringkat 7), Thailand (32), Vietnam (39), dan Malaysia (41). Tingginya biaya logistik, yang menyumbang sekitar 40 persen ongkos produksi, menyebabkan pengusaha melimpahkan seluruh atau sebagian biaya kepada konsumen lewat kenaikan harga. Akibatnya, daya beli menurun dan ekonomi bisa mengerut.

Tak cukup membangun infrastruktur, pemerintah harus membenahi aspek lain demi menekan biaya pengiriman barang. Tanpa ongkos logistik yang murah, produk nasional akan sulit bersaing dalam perdagangan regional, apalagi global.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus