Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

kolom

Lanskap Politik Vonis Eliezer

Vonis ringan Richard Eliezer harapan bagi pelindungan terhadap kolaborator keadilan. Didukung tekanan publik.

19 Februari 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Status Richard Eliezer sebagai justice collaborator membuatnya mendapat hukuman paling ringan.

  • Status justice collaborator juga memungkinkan Richard Eliezer terlindung secara hukum.

  • Norma dan aturan justice collaborator belum solid untuk mendorng pelaku kejahatan bekerja sama dengan aparat mengungkap kejahatan.

VONIS delapan belas bulan penjara bagi Bhayangkara Dua Richard Eliezer Pudihang Lumiu merupakan preseden baik bagi pelindungan justice collaborator dalam mengungkap kejahatan. Dengan status kolaborator itu, Richard mendapat vonis paling ringan dibanding empat terdakwa lain pelaku pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tiga hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa perkara itu menilai pengakuan Richard merupakan kunci pengungkapan pembunuhan Yosua pada 8 Juli 2022. Berkat pengakuan Richard, polisi tak termakan rekayasa Inspektur Jenderal Ferdy Sambo yang ingin mengesankan pembunuhan itu sebagai tembak-menembak antar-ajudan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat edaran Mahkamah Agung kepada semua pengadilan pada 10 Agustus 2011 mendefinisikan justice collaborator sebagai pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum dalam mengungkap kejahatan. Dalam sejarah peradilan Indonesia, nasib justice collaborator pernah tak jelas. Vincentius Amin Sutanto, misalnya, dihukum 11 tahun bui meski berstatus justice collaborator penggelapan pajak Rp 1,3 triliun oleh Asian Agri pada 2008. Perbedaan hukuman bagi justice collaborator terjadi karena ketidakjelasan norma, misalnya ketentuan, syarat, dan vonis maksimal.

Richard Eliezer memang pelaku utama pembunuhan, tapi ia bukan dalang. Meski Richard menjadi eksekutor, hakim menilai pencabut nyawa Yosua adalah Ferdy Sambo karena meletuskan tembakan terakhir di kepala Yosua. Richard adalah korban yang tak berkutik di bawah tekanan Ferdy Sambo, atasannya, dan para ajudan yang lain. Di antara pengawal Sambo yang diminta mengeksekusi Yosua, Richard paling junior dengan pangkat paling rendah.

Sempat ragu-ragu di awal kasus, Richard belakangan bersedia mengungkap kejadian sesungguhnya. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) berperan dalam mengubah sikap Richard ini. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang perlindungan saksi dan korban memberi jaminan bagi pengungkap kejahatan untuk mendapat proteksi. Undang-undang itu bahkan memberikan kesempatan bagi pengungkap kejahatan untuk mengubah identitas diri agar tak dapat dikenali.

Tekanan publik agar hakim tak menutup mata pada fakta-fakta persidangan mendorong vonis ringan bagi Richard. Mendapat sorotan orang ramai—lewat liputan media massa yang masif dan terus-menerus—hakim mendapat keberanian untuk tak melenceng dari buhul keadilan.

Upaya menekan hakim Wahyu Iman Santoso bukan tak pernah dilakukan: video percakapan Wahyu dengan seseorang saat membicarakan kasus Ferdy Sambo beredar di media sosial. Anjing menggonggong kafilah berlalu: hakim Wahyu tak terpengaruh. Patut pula dicatat: peran keluarga dan pengacara Yosua serta Richard tak kecil dalam pengungkapan kasus. Mereka seolah-olah menjadi lampu yang terus menyorot sehingga kasus ini tak lesap dalam gelap.

Faksi di Kepolisian RI adalah faktor lain yang membuat Richard mendapat keadilan. Kita tahu hampir 100 polisi terlibat dalam skenario membelokkan pengungkapan kasus. Sebagai Kepala Divisi Profesi dan Keamanan, Ferdy Sambo memiliki wewenang besar memaksa anak buah dan sejawatnya mengikuti skenario jahat yang ia siapkan. Tapi tekanan sejumlah jenderal kepada Kepala Polri Jenderal Listyo Sigit Prabowo agar Ferdy Sambo dicopot dari jabatannya membuyarkan rencana Sambo. Kehilangan jabatan lalu diberhentikan dari Kepolisian, Sambo bagai wayang kehilangan capit.

Berada dalam sorotan publik, tekanan sejawat, dan perintah Presiden Joko Widodo untuk mengungkap kasus ini, Jenderal Sigit tak punya pilihan selain berjalan lurus. Pesimisme sebagian orang bahwa Sigit akan mengikuti skenario Ferdy Sambo—tersebab utang budi atau motif lain—tak terbukti. Di lain pihak, serangan balik Sambo—dengan sisa-sisa tenaga yang ia miliki—justru membuka boroknya sendiri. 


Artikel:


Terungkapnya pengakuan Ismail Bolong, perwira polisi yang menjadi penambang ilegal batu bara di Kalimantan, justru mengungkap sepak terjang Ferdy Sambo dalam mengintervensi pengusutan kasus tambang di sana. Kasus Sambo telah membuka kotak pandora: praktik suap judi dan adanya Satuan Tugas Khusus, “kerajaan” dalam lembaga kepolisian.

Dengan kata lain, vonis ringan kepada Richard merupakan resultante dari banyak faktor—fenomena yang patut disyukuri sekaligus disesali. Vonis itu memperkuat posisi para kolaborator keadilan; tapi tanpa lanskap politik yang mendukung, nasib Richard boleh jadi akan sama dengan kolaborator sebelumnya: mendapat hukuman berat dan membusuk di balik terali besi.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus