Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ARUS mudik dan balik selama Idul Fitri tahun ini berlangsung relatif baik, bahkan lebih baik dibanding pada tahun sebelumnya. Namun tentu saja selalu ada yang bisa diperbaiki. Salah satu yang terpenting adalah perbaikan layanan mudik untuk warga berkebutuhan khusus (difabel), seperti penyandang gangguan penglihatan dan pemakai kursi roda.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tidak ada angka jumlah warga difabel yang mudik Lebaran dari tahun ke tahun. Tahun ini pun hanya ada beberapa yang tercatat. Di Jakarta, misalnya, Bank BNI 46 memberangkatkan 250 pemudik difabel dan Bank Mandiri memberangkatkan 150 warga difabel. Angka sesungguhnya tentu bisa lebih besar. Badan kesehatan PBB (WHO) memperkirakan jumlah warga difabel di Indonesia mencapai 10 persen dari populasi sekitar 264 juta jiwa. Di Jakarta saja, menurut data BPS 2015, jumlah warga difabel sebanyak 6.003 jiwa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bagi pemudik difabel, tantangan di perjalanan-sebenarnya juga setiap kali bepergian dengan kendaraan-lebih berat dibanding warga biasa. Ini terjadi karena mereka membutuhkan fasilitas khusus yang masih jarang sekali tersedia. Misalnya, pengguna kursi roda membutuhkan kendaraan dengan pintu, tangga, kursi, dan toilet khusus. Adapun penyandang gangguan penglihatan membutuhkan pendamping atau jalur dengan penanda khusus untuk, misalnya, menuju toilet di rest area.
Karena ketiadaan fasilitas tersebut, mereka kerap ditolak oleh penyedia jasa angkutan. Jika pun bisa menggunakan angkutan umum, mereka harus bersiap diperlakukan seperti warga biasa. Akibatnya, seperti diceritakan Catur Sigit Nugroho, pengguna kursi roda yang juga inisiator Program Mudik Ramah Anak dan Disabilitas di Jakarta, warga difabel kerap harus menahan buang air kecil hingga sampai di tempat tujuan. Jika ingin mudik dengan nyaman, mereka harus membayar lebih mahal.
Pemerintah harus bersungguh-sungguh memperbaiki layanan transportasi umum yang ramah difabel. Apalagi sedikitnya tiga undang-undang mengamanatkan hal ini. UU tentang Layanan Publik yang dikeluarkan pada 2009 menyatakan penyedia layanan umum harus memberikan layanan khusus kepada penyandang disabilitas. Aturan lainnya dan UU No. 4/1997 tentang Penyandang Disabilitas dan UU No. 39/1999 tentang Pasal 41 Hak Asasi Manusia menyatakan setiap orang dengan disabilitas memiliki hak atas fasilitas dan perlakuan khusus.
Sebenarnya beberapa fasilitas sudah tersedia di sejumlah lokasi, tapi belum menyeluruh. Stasiun kereta, bandara, dan terminal bus tertentu sudah mulai menyiapkan fasilitas untuk warga difabel, dari toilet hingga kursi roda. Masalahnya, pemudik difabel masih kesulitan di sepanjang perjalanan. Di dalam kereta, penyandang gangguan penglihatan tanpa pendamping mengalami kesulitan ketika harus menggunakan toilet. Bagi difabel yang menggunakan bus, tantangannya lebih besar, karena di sepanjang jalan tol Trans Jawa saja hanya ada 14 rest area yang menyediakan toilet khusus difabel.
Penyediaan layanan publik yang ramah untuk pemudik difabel memang bukan pekerjaan kecil. Tapi warga difabel juga berhak mudik dengan nyaman.