Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat Pendidikan dari Universitas Negeri Semarang (UNNES), Edi Subkhan, mengatakan, temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal ketimpangan anggaran pendidikan antara perguruan tinggi, mesti disikapi serius oleh pemerintah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Temuan tersebut, menurut dia, menunjukkan kekalahan politik anggaran dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, terhadap kepentingan ego sektoral kementerian atau lembaga yang memiliki PTKL. Pemerintah, kata dia, seharusnya lebih memperhatikan dan memberi porsi besar pendanaan untuk PTN di bawah Kemdikbudristek dibanding PTKL.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sebab, tugas dan jangkauan PTN lebih luas dibanding PTKL yang tujuan awalnya untuk menghasilkan tenaga kerja penunjang tugas-tugas kedinasan kementerian tersebut," kata Edi Subkhan, Minggu 16 Juni 2024.
Adapun pernyata Edi itu menyikapi temuan KPK soal adanya ketimpangan anggaran pendidikan antara Perguruan Tinggi Kementerian Lain (PTKL) dengan Perguruan Tinggi Negeri (PTN). PTKL mendapat dana Rp 32,859 triliun, sedangkan anggaran untuk PTN hanya dialokasikan Rp 7 triliun.
Apalagi anggaran Rp 7 triuliun itu mesti dibagi untuk lebih dari 100 kampus negeri yang berada di bawah dinaungan Kementerian Pendidikan.
Adapun perguruan tinggi di Indonesia terbagi menjadi tiga yakni PTN yang dikelola oleh Kemendikbud, Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) yang dikelola oleh Kementerian Agama (Kemenag), dan PTKL atau lembaga pemerintah nonkementerian yang bukan dikelola oleh Kemendikbud dan Kemenag. PTKL sendiri terdiri dari dua jenis yaitu kedinasan dan nonkedinasan.
Edi menyarankan, pemerintah ke depan harus tegas agar Kemdikbudristek yang lingkup dan jangkauannya lebih luas didukung untuk mengalokasikan anggaran lebih besar dibanding PTKL.
Menurut Edi, PTKL terutama sekolah kedinasan lebih ditujukan untuk memenuhi kebutuhan kementerian yang spesifik saja. Kebutuhan itu seharusnya ditunjang oleh anggaran kementerian tersebut dibanding meminta sepenuhnya ke anggaran Kemdikbudristek.
"Namun karena ada potensi konflik ego sektoral antarkementerian, pemerintah ke depan perlu menggariskan visi politiknya dengan tegas soal ini agar Kemdikbudristek mendapatkan dukungan politik atas kebijakan pendanaannya untuk PTN," kata Edi.
Pemerintah ke depan juga perlu mengkaji ulang dan melakukan evaluasi secara menyeluruh kebijakan PTN-BH. Sebab, kebijakan ini membuat pemerintah hanya sedikit memberikan bantuan subsidi untuk kampus PTN-BH.