Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho, menuturkan sebanyak 13 ribu orang terdampak banjir di Bengkulu. Dari jumlah tersebut, 12 ribu orang mengungsi akibat bencana banjir dan longsor di sembilan kota/kabupaten tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Jumlah korban bertambah. Hingga 28 April 2019 pukul 19.00 WIB, tercatat 17 orang meninggal dunia, 9 orang hilang, 2 orang luka berat dan 2 orang luka ringan. Sebaran dari 17 orang meninggal dunia terdapat di Kabupaten Bengkulu Tengah 11 orang, Kota Bengkulu 3 orang, dan Kabupaten Kepahiang 3 orang," kata Sutopo dalam siaran persnya, Senin, 29 April 2019.
Untuk kerugian materiil, Sutopo menuturkan jumlah hewan ternak yang mati sebanyak 106 ekor sapi, 102 ekor kambing atau domba, dan 4 ekor kerbau. Sedangkan kerusakan fisik meliputi 184 rumah rusak, 7 fasilitas pendidikan, dan 40 titik sarana-prasarana infrastruktur.
"Untuk membantu operasional penanganan darurat, Kepala BNPB Doni Monardo telah menyerahkan bantuan dana siap pakai sebesar Rp 2,25 miliar kepada Gubernur Bengkulu. Selanjutnya dana siap pakai tersebut akan diberikan kepada BPBD kabupaten/kota sesuai tingkat kerusakan akibat bencana," ujar Sutopo.
Sutopo juga mengatakan Kepala BNPB setiba di Bengkulu langsung mendapat penjelasan dari Gubernur Bengkulu terkait dampak dan penanganan bencana. Kepala BNPB telah memerintahkan kepada Deputi Penanganan Darurat BNPB dan Deputi Logistik Peralatan BNPB untuk segera memenuhi kebutuhan darurat yang diperlukan.
Menurut Sutopo, kebutuhan mendesak untuk penanganan bencana ini adalah tenda pengungsian, perahu karet, selimut, makanan siap saji, air bersih, family kid, peralatan bayi, lampu emergency, peralatan rumah tangga untuk membersihkan lumpur dan lingkungan, sanitasi, dan jembatan baley.
Kendala yang dihadapi dalam penanganan darurat saat ini, kata Sutopo, adalah sulitnya menjangkau lokasi titik-titik bencana. Kesulitan itu disebabkan lantaran seluruh akses ke lokasi kejadian terputus total.
"Koordinasi dan komunikasi ke kabupaten/kota cukup sulit dilakukan karena aliran listrik banyak yang terputus. Pendistribusian logistik terhambat karena akses jalan banyak yang terputus karena banjir dan longsor," kata Sutopo.
"Titik lokasi bencana banjir dan longsor sangat banyak sedangkan jarak antar titik banjir dan longsor berjauhan, sehingga menyulitkan untuk mencapai semua lokasi. Terbatasnya dana/anggaran yang memadai sehingga menyulitkan operasional penanganan bencana," lanjut dia.