Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sejarawan dan penulis buku JJ Rizal berpendapat razia buku yang masih terjadi di sejumlah daerah adalah perbuatan anarkistis, bahkan menyabotase cita-cita negara.
"Tidak setuju kepada satu buku langkahnya bukan anarki, tetapi ikuti jalan konstitusi," katanya saat dihubungi Tempo, Senin, 12 Agustus 2019.
Razia buku juga terjadi pada Orde Baru di bawah Presiden Soeharto. "Bahkan lebih buruk. Kini tidak terstruktur, liar. Ada oknum birokrasi negara tetapi juga ada ormas," tutur JJ Rizal.
Razia buku yang dianggap menyebarkan faham kiri di Toko Gramedia, Kota Makassar, terjadi pada Sabtu, 3 Agustus 2019.
Sebelumnya, 23 Januari 2019, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo justru mengusulkan razia buku yang mengandung ajaran komunisme dan ideologi terlarang lainnya secara besar-besaran.
"Saya usulkan kalau mungkin ya lakukan razia besar besaran saja," ujar Prasetyo saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta Selatan, pada Rabu, 23 Januari 2019.
Menurut JJ Rizal, UUD 1945 jelas menyebut salah satu tujuan dibentuknya pemerintahan Negara Republik Indonesia adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Sedangkan buku adalah medium utama pencerdasan bangsa.
Seseorang yang tidak setuju terhadap satu buku pun tidak bisa menggugat ke pengadilan, apalagi melakukan razia buku.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 6-13-20/PUU-VIII/2010 menyatakan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1963 tentang Pengamanan Barang-barang Cetakan yang Isinya Dapat Mengganggu Ketertiban Umum bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
AHMAD FAIZ
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini