Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Setelah dicanangkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sejak Desember 2021 dan akhirnya diwujudkan pembentukannya oleh Presiden ke-7 RI, Jokowi, pada Oktober lalu, kini Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau Kortastipidkor Polri resmi beroperasi di bawah kendali Brigjen Cahyono Wibowo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kortastipidkor dibentuk oleh mantan Presiden Jokowi melalui Perpres Nomor 122 Tahun 2024 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Polri. Dalam beleid itu, Dittipidkor yang sebelumnya di bawah naungan Bareskrim Polri, kini berdiri sendiri dengan pimpinan yang berpangkat jenderal bintang dua atau Irjen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Korps ini mempunyai tugas membantu Kapolri dalam membina dan menyelenggarakan pencegahan, penyelidikan, dan penyidikan dalam rangka pemberantasan tipikor dan tindak pidana pencucian uang dari tipikor, serta melaksanakan penelusuran dan pengamanan aset dari tipikor.
Sebenarnya pembentukan unit khusus pemberantasan korupsi ini adalah cita-cita lama Listyo Sigit. Kapolri bahkan sudah menyiapkan wadah itu ketika menampung 44 mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tidak lolos dari tes wawasan kebangsaan atau TWK.
Rencana itu disampaikan Listyo pada Desember 2021 saat melantik 44 mantan pegawai KPK sebagai ASN Polri. Kala itu Kapolri mengatakan bakal mengubah Dittipidkor Mabes Polri dengan membentuk satuan kerja atau satker khusus tipikor. Menurut dia, pembentukan satker khusus ini tengah berproses dan akan berisi divisi-divisi pencegahan hingga penindakan tipikor.
“Saat ini kita sedang melakukan perubahan terhadap Dittipidkor akan kita jadikan Kortas (Korps Pemberantas) Tipikor, sehingga di dalamnya berdiri divisi-divisi lengkap, mulai dari pencegahan, kerja sama, sampai dengan penindakan,” kata Listyo di Gedung Rupatama Mabes Polri, Jakarta, Kamis, 19 Desember 2021.
Meski para bekas pegawai KPK tersebut dipecat dari lembaga antirasuah karena tak lolos TWK, Listyo menyatakan, dirinya sama sekali tak meragukan rekam jejak mereka dalam pemberantasan korupsi. Karena itu, pihaknya yakin kehadiran 44 mantan pegawai KPK bakal memperkuat Polri.
“Kehadiran seluruh rekan-rekan dengan rekam jejak rekan-rekan yang saya tidak ragukan lagi, saya yakin rekan-rekan akan memperkuat organisasi Polri dalam rangka melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi,” katanya saat itu.
Adapun 44 orang bekas pegawai KPK ini merupakan bagian dari 58 pegawai KPK yang tidak lolos TWK untuk jadi aparatur sipil negara atau ASN KPK. Pemecatan ini merupakan puncak dari polemik TWK yang sudah berlangsung sejak April 2021. Belakangan diketahui ada 75 pegawai KPK yang dianggap tak lolos.
Kemudian, dalam rapat pada 25 Mei 2021, diputuskan bahwa dari 75 pegawai sebanyak 51 orang dipecat lantaran dianggap tak bisa dibina. Sedangkan 24 lainnya, bisa dilantik menjadi ASN asalkan mau ikut pelatihan wawasan kebangsaan. Beberapa di antaranya menolak, sehingga yang dipecat totalnya 57 pegawai.
Dalam perkembangannya, jumlah pegawai yang akan dipecat bertambah satu orang, menjadi 58, yaitu Lakso Anindito. Lakso merupakan pegawai yang mengikuti TWK susulan pada 20 September 2021. Dia baru mengetahui dirinya akan dipecat sehari sebelum surat pemberhentian resmi berlaku pada 30 September 2021.
Di sisi lain, pelaksanaan TWK dianggap nyeleneh. Pasalnya, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan terkesan ganjil. Pun, berdasarkan laporan akhir hasil pemeriksaan (LAHP) Ombudsman RI, terdapat malaadministrasi dalam prosesnya. Kemudian, berdasarkan hasil penyelidikan, Komnas HAM juga menyatakan ada 11 bentuk dugaan pelanggaran HAM dalam pelaksanaan tes ini.
Akibat polemik ini, insan-insan KPK yang ikut dipecat di antaranya tercatat berintegritas. Insan antikorupsi itu antara lain penyidik senior KPK seperti Novel Baswedan, Yudi Purnomo Harahap, Aulia Postiera, Lakso Anindito, hingga Praswad Nugraha.
Pemecatan massal di tengah pandemi Covid-19 itu membuat Kapolri prihatin. Ia lantas bersurat kepada Presiden Jokowi untuk merekrut para eks pegawai KPK sebagai ASN Polri. Perekrutan guna memenuhi kebutuhan organisasi Polri terkait pengembangan tugas-tugas yang diembannya khususnya di bidang tipikor.
Niatan Kapolri tersebut mendapat tanggapan dari Presiden yang disampaikan melalui Menteri Sekretaris Negara secara tertulis, yang pada pokoknya menyetujui perekrutan tersebut. Polri kemudian diminta untuk berkoordinasi dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi serta Badan Kepegawaian Negara.
Sebanyak 44 eks pegawai KPK kemudian menerima tawaran untuk menjadi ASN Polri tersebut dan telah mengikuti seleksi kompetensi pada 7 Desember 2021 sebelum akhirnya dilantik pada 19 Desember 2021. Sementara sebanyak 12 lainnya memilih menolak dengan alasan beragam. Salah satuny, Ita Khoiriyah alias Tata yang sudah kadung buka usaha sendiri.
“Dan sudah di tengah jalan memang agak dilematis, saya mau milih, serius bisnis saya ini atau menjadi ASN. Karena keduanya butuh waktu energi dan pikiran juga ya,” ujar Tata saat itu, yang membuka bisnis kue sejak dipecat dari KPK.
Terkini, para eks pegawai KPK yang sebelumnya ditampung di Dittipidkor Bareskrim Polri itu kini bekerja di bawah naungan Kortastipidkor Polri. Mantan penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap, berharap korps baru Polri bisa bergerak cepat dalam memberantas korupsi.
“Untuk membuktikan kepada publik kinerjanya, baik di bidang pencegahan maupun penindakan kasus korupsi,” kata Yudi melalui keterangan tertulis pada Rabu, 13 November 2024.
M ROSSENO AJI | TIM TEMPO | ANTARA