Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Mahkamah Agung memvonis bebas bekas Direktur Utama Pertamina, Karen Agustiawan.
NTT darurat kasus demam berdarah dengue (DBD).
Raja Belanda minta maaf ke Indonesia.
SEJUMLAH pegiat hak asasi manusia mengkritik cara pemerintah Indonesia menangani Papua dengan pendekatan keamanan. Peneliti Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan, Rivanlee Anandar, menilai dialog dengan masyarakat Papua tak akan terlaksana jika pemerintah terus menggunakan cara represif dan berbasis keamanan. “Diskusi yang egaliter tak akan terjadi bila militer masih hadir di Papua,” katanya di Jakarta pada Rabu, 11 Maret lalu.
Aktivis hak asasi, Veronica Koman, meminta pemerintah mengikuti permintaan rakyat Papua menarik pasukan gabungan Tentara Nasional Indonesia dan kepolisian yang jumlahnya berlebihan. Veronica menilai upaya pemerintah melalui pendekatan kesejahteraan tak terwujud karena tidak ada dialog intensif dengan masyarakat Papua.
Kritik para aktivis itu menanggapi pernyataan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. Saat membuka rapat koordinasi pengamanan perbatasan negara di Jakarta, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu menyebutkan opsi menarik tentara dari Papua tak mungkin diambil. “Ditarik sehari saja sudah hancur,” ucap Mahfud.
Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengatakan pemerintah juga berupaya menyelesaikan konflik di Papua melalui pendekatan kesejahteraan. Ma’ruf mengklaim pemerintah saat ini berusaha memangkas kesenjangan di wilayah itu dengan membangun infrastruktur serta memajukan perekonomian penduduk lokal.
Sejak Jumat, 28 Februari, hingga Senin, 9 Maret lalu, terjadi tiga peristiwa tembak-menembak TNI dan polisi dengan kelompok bersenjata di Kabupaten Mimika. Satu tentara dan satu polisi tewas. Sekitar 1.500 penduduk sejumlah kampung di Tembagapura, Mimika, mengungsi ke Kabupaten Timika.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Karen Agustiawan TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Karen Agustiawan Bebas
MAHKAMAH Agung menjatuhkan vonis bebas kepada terdakwa perkara dugaan korupsi dalam investasi PT Pertamina (Persero) di blok Basker Manta Gummy, Australia, Karen Galaila Agustiawan. Menurut majelis hakim agung, Karen selaku Direktur Utama PT Pertamina terbukti melakukan perbuatan seperti dalam dakwaan, tapi itu bukan tindak pidana.
“Menurut majelis hakim, putusan direksi dalam suatu aktivitas perseroan tidak dapat diganggu gugat kendati menimbulkan kerugian bagi perseroan,” kata juru bicara MA, Andi Samsan Nganro, Selasa, 10 Maret lalu.
Karen resmi keluar dari Rumah Tahanan Kejaksaan Agung pada Selasa malam, 10 Maret lalu. Ia menilai kasusnya merupakan ranah hukum perdata. Karen divonis delapan tahun bui oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada 10 Juni 2019 dan didenda Rp 1 miliar karena terbukti mengabaikan prosedur investasi yang berlaku di Pertamina. Kerugian negara ditaksir mencapai Rp 568 miliar.
NTT Darurat Demam Berdarah
WABAH demam berdarah dengue menyerang Provinsi Nusa Tenggara Timur. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi NTT, tercatat 3.284 warga menderita demam berdarah. “Total kematian mencapai 39 orang,” ucap Sekretaris Dinas Kesehatan Provinsi NTT David Mandala, Kamis, 12 Maret lalu.
Menurut David, para penderita tersebar di 21 kabupaten dan kota di NTT. Adapun kasus terbanyak di Kabupaten Sikka, yakni 1.264 penderita, 14 di antaranya meninggal. Dinas Kesehatan NTT telah menerjunkan tim ke daerah dengan jumlah kasus tinggi.
Kepala Subdirektorat Pengendalian Arbovirosis Kementerian Kesehatan Guntur Argana mengatakan demam berdarah bisa dicegah sejak jauh hari. Dia menuding otoritas setempat tidak melakukan pencegahan secara kontinyu. “Mereka terlambat mengantisipasi,” ujarnya.
ANTARA/Sigid Kurniawan
Raja Belanda Minta Maaf
RAJA Belanda Willem-Alexander menyampaikan permintaan maaf dan penyesalan negaranya kepada Presiden Joko Widodo terkait dengan kekerasan yang terjadi setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945. “Saya menyampaikan penyesalan saya dan permohonan maaf untuk kekerasan yang berlebihan dari pihak Belanda,” kata Willem-Alexander di Istana Bogor, Jawa Barat, Selasa, 10 Maret lalu.
Selepas Proklamasi, tercatat beberapa peristiwa kekerasan militer. Pada 21 Juli 1947-5 Agustus 1947, Negeri Tulip itu melancarkan serangan militer di Jawa dan Sumatera, disusul Agresi Militer II pada 19 Desember 1948 di Yogyakarta. Selain itu, terjadi pembunuhan rakyat sipil di Sulawesi Selatan oleh pasukan yang dipimpin Raymond Pierre Paul Westerling pada Desember 1946-Februari 1947.
Presiden Jokowi mengatakan sejarah masa lalu tak dapat dihapus. Tapi peristiwa itu bisa menjadi pelajaran untuk membangun hubungan yang menguntungkan dan saling menghormati.
Novel Baswedan. TEMPO/Muhammad Hidayat
Kasus Novel Segera Disidangkan
PENGADILAN Negeri Jakarta Utara telah menerima pelimpahan berkas perkara penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan, pada Selasa, 10 Maret lalu. Juru bicara Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Djuyamto, mengatakan sidang perdana dua terdakwa, Roni Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette, dijadwalkan berlangsung pada Kamis, 19 Maret mendatang.
“Ketua PN Jakarta Utara telah menunjuk tim majelis hakim untuk memeriksa dan mengadili perkara tersebut,” tutur Djuyamto, Rabu, 11 Maret lalu. Juru bicara KPK, Ali Fikri, berharap persidangan tidak berhenti pada pelaku lapangan.
Roni dan Rahmat—keduanya polisi aktif—diduga sebagai pelaku penyiraman air keras terhadap Novel pada 11 April 2017. Roni menyerahkan diri ke Kepolisian Daerah Jakarta Raya pada 27 Desember 2019. Berdasarkan keterangan Roni, polisi menangkap Rahmat di Markas Komando Brigade Mobil di Depok, Jawa Barat.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo