Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

politik

Kronologi Rektor Bekukan BEM Fisip Unair hingga Pencabutan SK Pembekuan

BEM Fisip Unair dibekukan rektor karena kirimkan karangan bunga satir untuk Prabowo-Gibran. Kemudian, Mendiktisaintek minta SK pembekuan dicabut.

30 Oktober 2024 | 08.23 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Airlangga (Unair) menjadi viral di media sosial. Perhatian publik tertuju pada BEM Fisip Unair setelah mereka mengirimkan karangan bunga satir yang ditujukan kepada Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam foto yang beredar, karangan bunga berbentuk persegi panjang ini menampilkan foto Prabowo dan Gibran, serta papan dengan tulisan ‘Selamat atas dilantiknya Jenderal Bengis Pelanggar HAM dan Profesor IPK 2,3 sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia yang lahir dari rahim haram konstitusi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada bagian bawah foto Prabowo, terdapat tulisan ‘Ketua Tim Mawar,’ sedangkan di bagian foto Gibran tertulis ‘Admin Fufufafa.’ Selain itu, terdapat juga tulisan "Dari: Mulyono (B******n Penghancur Demokrasi).’

Kronologi Pembekuan BEM FISIP Unair

Setelah karangan bunga tersebut menjadi viral di platform X dan TikTok, pada Jumat, 25 Oktober 2024 pukul 09.30 WIB, pimpinan BEM Fisip Unair menghadiri panggilan dari Komisi Etik Fakultas. Pada sore harinya, pukul 16.13 WIB, BEM Fisip Unair menerima email dari dekanat yang berisi surat bernomor 11048/TB/UN3.FISIP/KM.04/2024, yang menyatakan pembekuan BEM Fisip Unair.

Pada forum pemanggilan itu, BEM Unair ditanyai soal kepemilikan dan kemungkinan keterlibatan pihak luar dalam pembuatan karangan bunga itu. “Kami jawab bahwa tidak ada keterlibatan pihak luar,” kata Tufa.

Pada hari yang sama pukul 16.13 WIB, BEM Fisip Unair menerima email dari Dekanat yang menyatakan bahwa organisasi mahasiswa tersebut dibekukan. Surat tersebut menyebutkan bahwa pemasangan karangan bunga di area Fisip Unair dilakukan tanpa izin atau koordinasi dengan pihak fakultas.

Selain itu, surat tersebut menyatakan bahwa ‘Penggunaan narasi dalam karangan bunga tidak sesuai dengan etika dan budaya akademik di lingkungan kampus.’

Di bagian akhir, surat tersebut menyatakan, ‘Dekan FISIP Unair Memutuskan bahwa Kepengurusan BEM FISIP Unair, sejak hari ini dinyatakan dibekukan dan menunggu diterbitkannya surat Keputusan Dekan FISIP Unair selanjutnya.’ Surat ini ditandatangani oleh Dekan FISIP Unair, Bagong Suyanto, dengan tembusan ke tujuh pejabat kampus, termasuk Rektor Unair.

Mendiktisaintek Minta Rektor Cabut SK

Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek), Satryo Soemantri Brodjonegoro, mengakui bahwa dirinya telah meminta Rektor Universitas Airlangga (Unair) untuk mencabut pembekuan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (BEM FISIP) di kampus tersebut.

Keputusan Dekanat Fisip Unair untuk membekukan kepengurusan BEM setelah pembuatan karangan bunga yang ditujukan kepada Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka memicu berbagai tanggapan publik. Satryo menekankan bahwa Kemendikti Saintek menghormati otonomi universitas, termasuk dalam menjaga kebebasan dan fleksibilitas akademik.

Namun, Satryo juga mengingatkan bahwa kebebasan berpendapat, sebagai bagian dari kebebasan akademik, perlu diiringi dengan akuntabilitas dan tanggung jawab institusi pendidikan terhadap publik.

Pencabutan SK Pembekuan BEM Unair

Pada Senin, 28 Oktober 2024, Bagong Suyanto mencabut kebijakan pembekuan terhadap BEM setelah BEM Fisip Unair menyetujui untuk menggunakan diksi yang lebih santun dalam menyampaikan kritik.

“Dekanat telah mencabut SK Pembekuan Kepengurusan BEM Fisip Unair. Dasarnya, kami sepakat untuk menggunakan diksi-diksi yang tidak kasar dalam kehidupan politik,” kata Bagong saat memberikan keterangan kepada awak media di FISIP Unair.

Bagong menjelaskan bahwa diksi yang santun berarti penggunaan kata-kata yang sejalan dengan budaya akademik. Ia berharap BEM, sebagai perwakilan mahasiswa, dapat menyampaikan kritik dengan bahasa yang tidak kasar.

“Kami memastikan kepada BEM untuk tidak lupa marwah akademiknya. Ketika menulis menggunakan diksi yang kasar, menurut saya tidak mendidik,” kata guru besar Sosiologi itu.

SUKMA KANTHI NURANI  | MYESHA FATINA RACHMAN | HAURA HAMIDAH | HANAA SEPTIANA 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus