Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Salah satu tokoh asal Jawa Barat, KH Ahmad Sanusi, akan dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh pemerintah. Hal itu disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD melalui akun Twitternya, @mohmahfudmd pada Kamis, 3 September 2022 lalu. Anugerah itu juga akan diberikan kepada empat tokoh berjasa lainnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Twips. Pemerintah akan anugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada 5 putera pejuang dan pengisi kemerdekaan Indonesia. Kepada daerah-daerah dan instiusi-institusi warisannya dipersilakan melakukan tahniah (syukuran). Penganugerahan gelar oleh Presiden akan dilakukan di Istana Negara tanggal 7 November 2022," kata Mahfud.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kelima Pahlawan Nasional tsb adl: Dr. dr. HR Soeharto (Jateng), KGPAA Paku Alam VIII (DIY), dr. R. Rubini Natawisastra (Kalbar), H. Salahuddin bin Talabuddin (Maluku Utara), dan KH Ahmad Sanusi (Jawa Barat). Semoga arwah para pahlawan negara mendapat surga-Nya.” katanya.
Baca: Jokowi Tetapkan Lima Pahlawan Nasional Baru, Ada HR Soeharto hingga Ahmad Sanusi
Profil KH Ahmad Sanusi dan sepak terjangnya
Mengutip buku ‘Riwayat Perjuangan KH. Ahmad Sanusi’ yang ditulis oleh Miftahul Falah, KH Ahmad Sanusi lahir pada 18 September 1889 di Kabupaten Sukabumi. Ia merupakan putra ketiga dari KH. Abdurrahim bin H. Yasin yang merupakan keturunan dari Syekh Abdul Muhyi, penyebar Islam di daerah Tasikmalaya.
Ahmad Sanusi mendapat pendidikan agama dasar secara tradisional dari ayahnya. Ketika menginjak dewasa, ia melanjutkan pendidikannya ke sejumlah pondok pesantren di Jawa Barat untuk memperdalam ilmu agama serta memperluas pergaulan dengan masyarakat.
Usai dirasa cukup menyerap ilmu di tanah air, Ahmad Sanusi bertolak ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji serta melanjutkan pendidikannya selama lima tahun. Di sana, ia menimba ilmu pada sejumlah ulama-ulama besar. Ia juga berkenalan dengan tokoh pergerakan Indonesia lainnya seperti KH. Abdul Halim yang seorang pendiri organisasi Persatuan Ummat Islam (PUI), dan Raden Haji Abdul Muluk, seorang tokoh Sarekat Islam.
Setelah belajar di Mekah, Ahmad Sanusi kembali ke pesantren Cantayan untuk membantu ayahnya mengajar. Setelah mengabdi di pesantren Cantayan, Ahmad Sanusi mendirikan pesantren di kampung Cantayan, yang dinamakan Pesantren Babakan Sirna. Di pesanten yang didirikannya Ahmad Sanusi menjadi seorang Kyai yang produktif dalam menulis, beragam disiplin keilmuan Islam.
Mengutip paparan Munandi Saleh dalam Jurnal At-Tadbir STAI Syamsul'Ulum yang terbit pada 2018 lalu, di samping menjadi seorang kyai di pesantren, Ahmad Sanusi juga merupakan pejuang yang menentang kekuasaan Belanda. Ia banyak berkontribusi dalam upaya-upaya perlawanan.
Salah satu peran terbesarnya adalah menjadi salah satu anggota BPUPKI. Selain itu, ia juga pernah diamanahi menjadi anggota KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat, anggota Dewan Penasehat Daerah Bogor (Giin Bogor Shu Sangi Kai), Wakil Residen Bogor (Fuku Syucokan), beliau juga yang membentuk Tentara PETA (Pembela Tanah Air), BKR (Badan Keamanan Rakyat) Sukabumi, KNID (Komite Nasional Indonesia Daerah) Kotapraja Sukabumi, dan diangkat sebagai pengurus Jawa Hokokai.
Ahmad Sanusi mengembuskan napas terakhirnya pada usia 63 tahun. Ia pernah mendapatkan penghargaan sebagai perintis kemerdekaan dari pemerintah Presiden Soeharto dan Bintang Maha Putra Adipradana dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Namanya diabadikan menjadi salah satu nama Terminal dan jalan di Kota Sukabumi, yang menghubungkan antara jalan Cigunung sampai dengan Degung dengan nama jalan KH. A. Sanusi oleh pemerintah Kota Sukabumi.
HATTA MUARABAGJA
Baca juga: Tokoh Majalengka Menjadi Pahlawan Nasional
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.