Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - SETARA Institute bersama International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) memberikan tujuh rekomendasi kepada pemerintah untuk memajukan sektor hak asasi manusia (HAM). Pasalnya, hingga periode kedua kepemimpinan Jokowi, sektor HAM mengalami stagnasi bahkan merosot.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Eksekutif SETARA Institute, Halili Hasan mengatakan, ketujuh poin ditujukan kepada Presiden Jokowi maupun kepemimpinan nasional yang baru setelah Pilpres 2024. "Pertama, Presiden Jokowi mengakselerasi adopsi instrumen HAM internasional melalui ratifikasi Optional Protocol to the Convention Against Torture dan pengesahan RUU Ratifikasi Konvensi Anti Penghilangan Paksa," kata Halili dalam diskusi bertajuk 'Stagnasi HAM Menjelang Satu Dekade Jokowi', di Hotel Akmani, Jakarta, Ahad 10 Desember 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Halili mengatakan, penuntasan peristiwa pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib menjadi rekomendasi selanjutnya. "Akselerasi penyelesaian yudisial pelanggaran HAM berat masa lalu, termasuk penuntasan kejahatan pembunuhan atas Munir Said Thalib," katanya.
Halili juga meminta Presiden Jokowi mengambil tindakan untuk mencetak legacy di bidang HAM, dan menghentikan Proyek Strategis Nasional (PSN). Menurutnya banyak pelanggaran HAM ditemukan dalam proyek yang digeber selama pemerintahan Jokowi tersebut.
"Terbukti di banyak kasus, PSN itu menghasilkan situasi yang membenturkan pemerintah dengan rakyatnya, dan rakyat dalam konteks itu berada dalam posisi yang dirugikan," kata Halili.
Ketiga, kata Halili, kepemimpinan nasional baru harus menjadikan HAM sebagai basis penyusunan perencanaan pembangunan melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029, dengan indikator-indikator yang presisi dan berbasis pada disiplin hak asasi manusia.
"Kepemimpinan nasional baru memperkuat dukungan kebijakan yang mengikat sektor bisnis dan dukungan penganggaran yang signifikan untuk pengarusutamaan bisnis dan HAM sebagai instrumen perwujudan kesetaraan akses terutama hak atas tanah untuk mencegah keberulangan kasus pelanggaran HAM pada sektor bisnis," katanya.
Kelima, kepemimpinan nasional baru harus memastikan perencanaan pembangunan yang inklusif dan memastikan semua entitas warga negara memperoleh jaminan pemajuan kesejahteraan tanpa diskriminasi. Kepemimpinan nasional baru juga harus mengadopsi dan memastikan tata kelola yang inklusif (inclusive governance) dalam menangani intoleransi, radikalisme dan terorisme, guna mewujudkan inclusive society yang memiliki ketahanan atau resiliensi dari virus intoleransi dan radikalisme.
"Kepemimpinan nasional baru mengagendakan pembahasan sejumlah RUU yang kontributif pada pemajuan HAM seperti RUU Masyarakat Adat, RUU Sistem Pendidikan Nasional serta melakukan tinjauan ulang terhadap regulasi dan kebijakan yang kontra-produktif pada pemajuan HAM seperti UU Cipta Kerja dan UU Perubahan Kedua UU ITE," kata Halili.
Sebelumnya, SETARA Institute bersama INFID merilis indeks HAM di Indonesia berada pada skor 3,2. Sementara penilaian yang dilakukan menggunakan skala Likert dengan rentang 1 hingga 7 yakni 1 untuk paling buruk dan 7 paling baik. "Penilaian ini menggunakan triangulasi sumber dan expert judgement sebagai instrumen justifikasi temuan studi," kata Halili.
Halili mengatakan, indeks HAM 2023 menurut studinya turun 0,1 dibanding tahun sebelumnya yang berada pada skor 3,3. Ia mengatakan, penilaian itu mengacu pada 6 indikator variabel hak sipil dan politik dan 5 indikator pada variabel hak ekonomi, sosial, budaya yang ditutunkan ke dalam 50 sub-indikator. "Metodologinya kami mengumpulkan data komposit dari laporan pemerintah, laporan masyarakat sipil, kemudian kami himpun dan narasikan kemudian kami berikan skor untuk masing-masing variabel dan indikator," kata Halili.