Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SERANGAN digital masif menimpa awak redaksi Narasi. Sejak 24 hingga 30 September lalu, gawai dan akun media sosial 37 karyawan dan mantan karyawan dikuasai orang tak dikenal. Belakangan, situs Narasi juga ditengarai mendapat serangan DDoS atau distributed denial-of-service. Ada pula pesan ancaman di server mereka yang berbunyi “diam atau mati”.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada Jumat, 30 September, tim kuasa hukum Narasi melaporkan dugaan peretasan dan ancaman tersebut ke Kepolisian RI. “Tim Narasi tidak bisa mengunggah konten dan publik tidak bisa mengakses situsnya,” kata Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum Pers Ade Wahyudin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Peretasan pertama kali terjadi pada Sabtu, 24 September lalu, terhadap produser Narasi, Akbar Wijaya atau Jay. Pemimpin Redaksi Narasi Zen R.S. menuturkan, Jay awalnya menerima pesan teks berisi sebuah tautan dari nomor tak dikenal. Jay membaca pesan tersebut. Kendati tak mengeklik tautan itu, Jay seketika kehilangan akses ke akun WhatsApp. Sejak itu, satu per satu usaha peretasan akun media sosial awak redaksi terjadi.
Pendiri Narasi, Najwa Shihab, enggan menduga motif pelaku peretasan. “Saya tidak tahu persis apakah serangan tersebut terkait dengan kerja-kerja jurnalistik yang kami lakukan,” ujar Najwa pada Kamis, 29 September lalu. Namun, ia mengakui, dalam dua pekan terakhir serangan terhadap dirinya lebih masif.
Sebelum adanya serangan digital itu, Najwa getol mengkritik gaya hidup mewah para polisi. Lewat video di akun YouTube Najwa Shihab, ia menyentil seorang petinggi Polri yang tampil dengan baju merek Burberry seharga jutaan rupiah dalam konferensi pers soal kasus Ferdy Sambo. Cuplikan video pernyataan Najwa ramai di jagat maya. Sebagian warganet merasa terwakili. Namun ada juga segelintir pihak yang menyerang Najwa hingga ke ranah personal.
Ketua Dewan Pengurus Public Virtue Research Institute Usman Hamid menduga peretasan terhadap awak Narasi terjadi dengan keterlibatan personel keamanan negara dan penyelenggara jasa telekomunikasi. Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Kepolisian RI Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo menyebutkan tuduhan itu hoaks karena tak ada buktinya.
Tim Bayangan Nadiem Dikritik
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menyapa sejumlah siswa saat kegiatan pembelajaran daring di SD Inpres 109 Kota Sorong, Papua Barat, Februaru 2021. ANTARA/Olha Mulalinda
MENTERI Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim dikritik karena membentuk tim bayangan di lembaganya. Anggota Komisi Pendidikan Dewan Perwakilan Rakyat ramai mencecar Nadiem dalam rapat kerja, Senin, 26 September lalu.
Politikus Fraksi NasDem, Ratih Megasari Singkarru, misalnya, mempertanyakan ucapan Nadiem bahwa sejumlah posisi di tim bayangan memiliki kewenangan setara dengan direktur jenderal. “Apabila benar, ini sudah menyalahi susunan organisasi tata kerja dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara,” kata Ratih.
Eksistensi tim bayangan terungkap dari pernyataan Nadiem dalam forum Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, Amerika Serikat. Nadiem mengklaim membuat terobosan pemanfaatan teknologi dibantu sekitar 400 anggota tim tersebut.
Belakangan, bekas bos Gojek tersebut mengaku keliru memakai istilah shadow organization. Ia berdalih tim itu sebenarnya penyedia jasa atau vendor di Kementerian, yakni GovTech Edu—bagian dari PT Metranet, anak perusahaan PT Telkom Indonesia. Polemik ini menguak banyaknya tim lain di Kementerian Pendidikan di era Nadiem.
Harapan Menyingkap Kasus Munir
Massa mengggelar aksi terkait 18 tahun pembunuhan munir di depan Komnas HAM, Jakarta, 7 September 2022. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
KOMISI Nasional Hak Asasi Manusia membentuk tim ad hoc untuk menyelidiki dugaan pelanggaran HAM berat dalam kasus pembunuhan pegiat kemanusiaan, Munir Said Thalib. Tim sudah mengirim surat pemberitahuan dimulainya penyidikan ke Kejaksaan Agung dan mempelajari dokumen-dokumen yang pernah ada.
Peneliti Imparsial, Hussein Ahmad, menyesalkan Komnas HAM baru membentuk tim ad hoc di pengujung masa jabatan mereka. “Ada semacam politics of delay,” ujar Hussein pada Ahad, 25 September lalu. Meski begitu, ia berharap tim bekerja serius dan cepat untuk menetapkan kasus pembunuhan Munir sebagai pelanggaran HAM berat.
Penetapan tersebut menjadi harapan terakhir untuk menyingkap kasus pembunuhan Munir. Sebab, merujuk pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, perkara yang terjadi 18 tahun silam itu sudah kedaluwarsa. Munir meninggal karena diracun dalam penerbangan Jakarta-Amsterdam pada 7 September 2004. Tiga orang sudah divonis, tapi pegiat HAM meyakini proses hukum itu belum menyentuh auktor intelektualis pembunuh Munir.
Pengganti Lili Pintauli Terpilih
Johanis Tanak di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, September 2019. TEMPO/M Taufan Rengganis
KOMISI Hukum Dewan Perwakilan Rakyat memilih Johanis Tanak sebagai Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, menggantikan Lili Pintauli Siregar yang mundur setelah tersangkut dugaan pelanggaran etik. Johanis terpilih seusai proses uji kelayakan dan kepatutan yang berlangsung singkat pada Rabu, 28 September lalu.
Meraup 38 dari 52 suara, pejabat Kejaksaan Agung tersebut mengungguli calon lain, I Nyoman Wara, auditor utama Badan Pemeriksa Keuangan. Anggota Komisi Hukum, Trimedya Panjaitan, mengatakan latar belakang Johanis sebagai jaksa menjadi nilai tambah. “Di pimpinan KPK sekarang sudah ada polisi. Jaksa belum,” ujar politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan tersebut.
Saat membeberkan visi-misinya, Johanis Tanak mengapungkan pendekatan keadilan restoratif bagi pelaku korupsi yang mengembalikan tiga kali lipat kepada negara. Namun peneliti Transparency International Indonesia, Alvin Nicola, khawatir pendekatan tersebut justru melanggengkan impunitas terhadap pelaku rasuah.
Polisi Tahan Istri Ferdy Sambo
Putri Candrawathi keluar mengenakan rompi orange usai ditetapkan sebagai tahanan di Mabes Polri, Jakarta, 30 September 2022. TEMPO/Febri Angga Palguna
KEPOLISIAN menahan Putri Candrawathi, istri Inspektur Jenderal Ferdy Sambo, yang turut menjadi tersangka pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Putri ditahan di Rumah Tahanan Markas Besar Kepolisian RI mulai Jumat, 30 September lalu, setelah hanya dikenai wajib lapor dua kali sepekan.
Kepala Kepolisian RI Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan keputusan penahanan itu berdasarkan hasil pemeriksaan Putri. “Kami mendapat laporan kondisi jasmani dan psikologis Saudara PC dalam keadaan baik,” kata Jenderal Listyo Sigit di kantornya.
Menurut Sigit, penahanan tersebut juga demi mempermudah proses penyerahan berkas tahap kedua ke Kejaksaan Agung. Kejaksaan sebelumnya menyatakan berkas perkara pembunuhan berencana Brigadir Yosua sudah lengkap atau P-21. Korps Adhyaksa pun menyusun berkas dakwaan dan bersiap melimpahkannya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Lima orang menjadi tersangka pembunuhan Yosua. Selain Ferdy Sambo dan Putri, tersangka lain ialah Brigadir Kepala Ricky Rizal, Kuat Ma’ruf, dan Bhayangkara Dua Richard Eliezer Pudihang Lumiu. Untuk Ferdy Sambo, Kejaksaan menggabungkan berkas perkara pembunuhan berencana dan kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice. Ada enam polisi lain yang turut menjadi tersangka dalam perkara kedua ini.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo