Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

hukum

Senapan Tempur di Perkara Cuci Uang

KPK menemukan 15 pucuk senjata api di rumah Dito Mahendra. Polisi ikut menelusuri asal-usul senjata.

2 April 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • KPK menemukan 15 pucuk senjata api di rumah Dito Mahendra.

  • Senjata api itu biasa digunakan untuk bertempur.

  • Dito akan menjadi saksi kasus pencucian uang Nurhadi.

DUA mobil terparkir di rumah berlantai satu di Jalan Erlangga V, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada Kamis, 30 April lalu. Pemilik rumah itu bernama Mahendra Dito Sampurno alias Dito Mahendra, pengusaha yang hingga kini tak tahu di mana rimbanya. Posisi kedua mobil tak berubah selepas tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah tersebut pada Senin, 13 Maret lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dito menghilang sejak Februari lalu. Alih-alih menemukan Dito atau dokumen yang bisa dijadikan alat bukti korupsi, tim KPK menemukan 15 pucuk senjata api berbagai jenis. Lima di antaranya pistol. Senjata itu tersimpan di sebuah kamar, lengkap dengan amunisi dan berbagai aksesorinya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di ruangan yang sama, tim KPK menemukan sejumlah senjata tajam. Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu memastikan semua senjata itu bukan tipe yang biasa digunakan untuk olahraga atau berburu. Selain pistol, ada pula senjata api laras panjang tipe serbu. “Ini senjata untuk tempur,” katanya.

Kelima belas senjata tersebut bermerek Glock, Kalashnikov, Smith & Wesson, Heckler & Koch, dan Noveske Rifleworks. Sebagian di antaranya jenis senjata api laras panjang yang lazim dipakai militer, seperti AK-101. Senjata yang menggunakan peluru kaliber 5,56 x 45 milimeter itu merupakan senjata standar operasi peperangan negara-negara yang tergabung dalam Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).

Baca: Saksi Anyar Pencuci Fulus

Polisi ikut bergerak setelah mendapat laporan temuan senjata dari KPK. Direktur Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI Brigadir Jenderal Djuhandhani Rahardjo Puro berkoordinasi dengan Badan Intelijen dan Keamanan Polri setelah menerima kabar ihwal senjata tersebut.

Djuhandhani meyakini ada unsur pidana dalam kasus itu. Hasil penelusuran polisi menyatakan sebagian senjata itu ilegal. “Sembilan dari 15 senjata itu tak berizin,” ujarnya pada Kamis, 30 Maret lalu.

Informasi dari Badan Intelijen dan Keamanan menjadi landasan Bareskrim membuat laporan perkara atas inisiatif polisi (laporan tipe A) pada Jumat, 24 Maret lalu. Laporan ini kemudian menjadi dasar polisi memanggil Dito pada Kamis, 30 Maret lalu. “Sudah kami undang untuk keperluan klarifikasi, tapi yang bersangkutan tidak hadir tanpa penjelasan,” ucap Djuhandhani.

Dito juga mangkir dari panggilan KPK pada Jumat, 31 Maret lalu. Juru bicara KPK, Ali Fikri, mengatakan lembaganya berencana menempuh upaya paksa jika Dito terus mengabaikan pemanggilan tanpa alasan yang jelas. “Dia sudah lima kali dipanggil tapi tak pernah datang,” ujar Ali.

KPK memeriksa Dito atas kasus dugaan pencucian uang yang melibatkan mantan Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi Abdurrachman. Dari informasi yang dikumpulkan, Dito diduga menerima uang dari orang kepercayaan Nurhadi, Yoga Dwi Hartiar.

Dua orang yang mengenal Dito mengatakan dulu rumah di Jalan Erlangga V itu dijaga orang-orang berseragam polisi dan militer. Setidaknya ada lima orang yang bergantian menjaga rumahnya. Ia juga kerap mendapat pengawalan di jalan raya. Namun pengawalan itu tak terlihat sejak KPK memanggil Dito pada akhir tahun lalu.

Tempo tak bertemu Dito di rumahnya di Jalan Erlangga V. Seorang penjaga rumah menyatakan Dito sudah lama tak pulang. Ia tak mengetahui keberadaan Dito. “Tak tahu,” tutur pria berkepala plontos yang tak mau menyebutkan namanya itu. Pengacara Dito dalam kasus pencemaran nama yang menyeret Nikita Mirzani, Yafet Rissy, tak merespons permohonan wawancara lewat panggilan telepon dan pesan WhatsApp.

•••

PENYIDIK KPK membutuhkan keterangan Dito Mahendra untuk mengejar aliran uang kasus suap Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono. Pengadilan sudah memvonis keduanya masing-masing enam tahun penjara serta denda Rp 500 juta dan Rp 300 juta. Mereka dinilai terbukti menerima suap sebesar Rp 35,7 miliar untuk mengurus perkara sengketa lahan kawasan berikat Marunda, Jakarta Utara.

Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan putusan kasus tersebut adalah pidana asal yang dijadikan dasar bagi KPK mengusut kasus pencucian uang. KPK menduga Dito pernah menerima uang dari orang kepercayaan Nurhadi untuk pembelian barang yang berkaitan dengan penanganan perkara. “Kami ingin memastikan benar-tidaknya pembelian barang itu,” ujarnya tanpa mau menyebut nama barang tersebut.

Nurhadi dan Rezky sudah menyandang status tersangka pencucian uang sejak 4 Juni 2020. Pengacara Nurhadi, Maqdir Ismail, mengatakan kliennya pernah diperiksa pada Rabu, 25 Januari lalu. Nurhadi mengaku tak mengenal Dito, tapi mengenal Yoga Dwi Hartiar. “Dulu sudah menjadi saksi dalam perkara Pak Nurhadi,” katanya. Maqdir mengaku masih mempelajari peran Dito dalam berkas putusan kasus sebelumnya.

Rumah Dito Mahendra di Jl Erlangga V, Selong, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, saat digeledah KPK. (Rumondang Naibaho/detikcom)

Nama Dito sudah muncul dalam berkas putusan Rezky. Rezky mengakui menerima transfer uang dari seseorang sebesar Rp 50 juta. Uang tersebut diterima lewat rekening sebuah bank swasta nasional pada 19 Januari 2016 untuk pembelian jam tangan.

Dokumen yang diperoleh Tempo menunjukkan Dito menerima transfer secara berturut-turut lewat orang kepercayaan Nurhadi di Surabaya, Yoga Dwi Hartiar. Pada 20 Februari 2016, misalnya, Yoga mentransfer uang ke rekening Dito sekitar Rp 200 juta. Nilai nominal uang yang ditransfer makin besar pada April 2016 sekitar Rp 750 juta. Ada pula satu transaksi yang menerangkan pengiriman berjumlah Rp 550 juta untuk pembelian mobil Toyota Fortuner. 

Transaksi uang juga terjadi saat KPK menggeledah rumah kediaman Nurhadi di Jalan Hang Lekir V, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada 20 April 2016. Penggeledahan itu adalah bagian dari operasi tangkap tangan yang menyeret panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution, dan pegawai PT Artha Pratama Anugerah, Doddy Aryanto Supeno. Keduanya diduga terlibat suap penanganan perkara Lippo Group sebesar Rp 2,3 miliar.

Pada Mei 2016, Yoga mengirimkan uang total senilai Rp 1 miliar dalam empat tahap. Seseorang yang pernah berteman dengan Nurhadi dan Yoga mengatakan Dito merupakan perpanjangan tangan untuk mengurus berbagai perkara karena memiliki jaringan yang luas.

Nurhadi diduga menyamarkan uang hasil suap dalam berbagai portofolio investasi. Beberapa di antaranya lewat pengelolaan perusahaan kelapa sawit di Padang Lawas, Sumatera Utara, pabrik tisu di Jawa timur, serta vila di Megamendung, Bogor, Jawa Barat. Saham pabrik tersebut dimiliki putrinya, Rizqi Aulia, istri Rezky. Kepemilikan pabrik tisu itu kini beralih ke TW, adik ipar istri Nurhadi, Tin Zuraida.

KPK berharap perkara pencucian uang Nurhadi makin terang lewat keterangan Dito. Juru bicara KPK, Ali Fikri, belum bisa memastikan lembaganya bakal melayangkan kembali panggilan pemeriksaan atau langsung menempuh upaya paksa. “Menunggu putusan pimpinan,” tuturnya.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus