Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

kolom

Akrobat Swasembada Gula

Mengejar target swasembada gula pada 2024, Kementerian Pertanian membuka kebun tebu di lahan yang salah.

7 September 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rencana pemerintah mengembangkan pabrik gula di luar Jawa tentulah baik dan mulia: Pulau Jawa tak lagi memiliki lahan luas yang bisa dipakai sebagai kebun tebu. Sementara itu, kebutuhan gula tak kunjung bisa dipenuhi produksi dalam negeri. Dari 5,7 juta ton permintaan gula untuk industri dan rumah tangga pada 2016, yang bisa dipasok negeri sendiri hanya 2,2 juta ton. Sisanya didatangkan dari negara lain.

Karena itu, keputusan rapat kabinet pada 2016 untuk mengejar swasembada gula pada 2020 dengan mengundang investor swasta—belakangan direvisi menjadi 2024—merupakan ide yang cemerlang. Sayangnya, di lapangan, implementasi niat itu diselimuti konflik kepentingan dan pelbagai aksi main tabrak aturan.

Dari 300 perusahaan yang mengajukan proposal, Menteri Pertanian Amran Sulaiman memilih 28 di antaranya. Amran mengajukan syarat: investor harus punya uang tunai. Ia tak mau diberi angin surga—dijanjikan ini-itu tapi yang didapat cuma pepesan kosong karena investor bermodal cekak.

Menteri Amran lalu memilih Andi Syamsuddin Arsyad, pengusaha yang masih terhitung sepupunya. Pebisnis batu bara di Kalimantan yang populer dipanggil Haji Isam ini adalah mantan Wakil Bendahara Tim Kampanye Nasional Joko Widodo-Ma’ruf Amin dalam pemilihan presiden 2019. Bersemangat berbisnis dengan Isam, Menteri Amran turun ke lapangan sendiri mengurus perizinan perusahaan sang Haji.

Dengan dalih membuat terobosan, Amran menerabas pelbagai penghalang. Area konsesi perusahaan Haji Isam di Bombana, Sulawesi Tenggara, misalnya, sebetulnya tak cocok untuk dijadikan kebun tebu. Dalam rancangan tata ruang wilayah kabupaten ataupun provinsi, Bombana merupakan wilayah peternakan sapi karena lahannya berupa sabana dan merupakan area pertambangan yang minim hara.

Apalagi, sejak 2012, ladang Bombana merupakan bagian dari program Kementerian Pertanian dalam mengembangbiakkan 3.454 ekor sapi oleh 400 peternak. Tapi, oleh perusahaan Isam, peternak dan penduduk desa disingkirkan. Perusahaan Isam memakai aparat kepolisian untuk memaksa penduduk angkat kaki dari lokasi. Amran bahkan tak menoleh ke Konawe Selatan, lokasi lain dekat Bombana yang sebetulnya lebih cocok untuk kebun tebu, selain lebih sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.

Tak sulit menduga apa yang kemudian terjadi. Tanah Bombana menghasilkan tebu yang kontet. Hitung-hitungan kapasitas giling dan produksi gula meleset bahkan sebelum pabriknya beroperasi. Amran lalu kembali ke cara lama yang mudah: impor gula mentah. Penerima jatah kuota impor gula adalah sepuluh perusahaan yang menanam duit untuk membuka ladang tebu yang kemudian gagal. Pemerintah menyebut aksi bagi-bagi jatah ini sebagai insentif kesediaan membangun pabrik gula.

Bisnis lancung di balik rencana swasembada gula ini jelas tak bisa dibiarkan. Meski impor gula diizinkan, penyelenggaraan yang tak transparan jelas bertentangan dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik. Alih-alih mencapai swasembada, proyek gula Bombana malah berpotensi mendatangkan bencana lingkungan dan konflik sosial. Presiden Jokowi hendaknya mawas diri: aksi main tabrak dan mengabaikan rambu-rambu dalam mengejar target pembangunan boleh jadi akan mendatangkan celaka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus