Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KEJAKSAAN Agung disorot seiring dengan mencuatnya pengakuan kepala daerah yang diduga ditekan menggunakan kasus hukum. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Mukri menjelaskan, prinsip penanganan perkara di lembaganya selalu bebas dari intervensi politik. “Proses hukum tak bisa dicampur aduk dengan kepentingan partai,” katanya kepada wartawan Tempo, Devy Ernis dan Raymundus Rikang, pada Kamis, 29 Agustus lalu.
Kejaksaan Agung dikritik karena mema-kai instrumen hukum sebagai alat politik....
Kami murni melakukan upaya penegak-an hukum yang profesional, proporsional, dan obyektif sebagaimana instruksi dari Jaksa Agung. Proses hukum itu tak bisa dicampur aduk dengan kepentingan partai, apalagi menjadi alat dan bargaining politik.
Sejumlah kepala daerah mengeluh karena diperiksa Kejaksaan untuk dicari-cari kesa-lahan. Apa tanggapan Anda?
Kepala daerah yang diperiksa Kejaksaan pasti atas dasar laporan, informasi, dan dokumen yang valid. Kami tidak ujug-ujug memanggil mereka tanpa dasar yang kuat. Jika para kepala daerah merasa tak bersalah, silakan mengklarifikasi di forum penyelidikan. Kalau unsur tak terpenuhi, kami setop. Begitu juga sebaliknya. Tak perlu alergi dengan panggilan Kejaksaan.
Pemeriksaan kepala daerah itu diiringi ajakan berpindah partai politik....
Masak, kami seperti itu, sih? Kami tak pernah bertindak seperti itu dalam proses penegakan hukum. Sama saja bunuh diri jika Kejaksaan berpolitik dengan memaksa mereka berpindah partai lewat kasus hukum yang kami tangani. Bupati atau wali kota berpindah partai itu bukan urusan Kejaksaan.
Mengapa Jaksa Agung sampai memberi perhatian terhadap kasus yang menjerat kader partai tertentu?
Semua kasus yang mendapat perhatian masyarakat pasti diberi atensi oleh Jaksa Agung karena beliau pengendali tertinggi institusi ini. Status Jaksa Agung juga sudah jelas, bukan wakil partai politik tertentu. Beliau sudah keluar dari NasDem setelah terpilih menjadi Jaksa Agung.
Apa kriteria kasus yang memperoleh perhatian khusus Jaksa Agung?
Menyangkut tokoh masyarakat dan pemerintahan daerah, nilai kerugian negaranya besar, dan berpotensi menimbulkan kegaduhan dalam masyarakat. Kami tak ingin penegakan hukum justru memicu situasi gaduh.
Johnny G. Plate. Dok TEMPO/Ilham Fikri
Sekretaris Jenderal Partai NasDem Johnny G. Plate:
Kami Disudutkan Terus
PARTAI NasDem dituding mendapat keuntungan politik lan-taran bekas kadernya menjabat Jaksa Agung. Sekre-taris Jenderal NasDem Johnny G. Plate mengatakan Muhammad Prasetyo bukan lagi anggota partainya. “Bahkan kartu anggotanya sudah dicabut,” ujar Plate kepada wartawan Tempo, Devy Ernis, pada Rabu, 28 Agustus lalu.
Jaksa Agung dituding menguntungkan NasDem. Tanggapan Anda?
Sejak sebelum dilantik, Jaksa Agung sudah melaporkan kepada Ketua Umum NasDem dan langsung kami berhentikan sebagai pengurus partai. Bahkan kami mencabut kartu keanggotaannya. Publik tak tahu soal ini. Toh, buat apa kami bicara keluar. Sebab, kami selalu menanamkan integritas dan prinsip netralitas untuk Jaksa Agung yang bertugas.
Sejumlah kepala daerah berpindah ke NasDem setelah Kejaksaan membuka kasus hukum mereka....
Saya setuju kepala daerah ditekan supaya tidak berbuat masalah. Kalau ditekan untuk berpindah partai, mana buktinya? Banyak juga kader kami yang berpindah ke partai politik lain. Selain itu, ada kader NasDem yang ditangkap Kejaksaan. Kami seperti disudutkan terus.
Peristiwa itu kabarnya membuat partai koalisi Joko Widodo tak nyaman. Tanggap-an Anda?
Kalau seseorang pindah karena partainya tak memberi ruang yang cukup untuk pindah, apakah itu salah kader atau partainya? Kami menghormati kebebasan orang memilih partai politik.
NasDem akan mengajukan kader lagi untuk posisi Jaksa Agung 2019-2024?
Itu hak prerogatif Presiden. Kami tak ingin mengambil kewenangan dan memaksa Presiden. Pada intinya, NasDem menyerahkan keputusan kepada Presiden soal para pembantunya, termasuk Jaksa Agung.
Apa kriteria yang dikehendaki NasDem untuk calon Jaksa Agung?
Silakan bertanya kepada Presiden. Namun, menurut kami, orang dari lingkup internal Kejaksaan, dengan pengalaman kerjanya, pasti lebih mudah memahami manajemen organisasi. Jika demikian, dari lingkup internal bisa tokoh yang sudah purnatugas atau yang masih aktif. Namun bisa juga dari profesional yang paham seluk-beluk Kejaksaan. Presiden yang akan memutuskan itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo