Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RAPAT antara Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat dan Kejaksaan Agung pada Selasa, 3 September lalu, tiba-tiba melenceng dari topik ketika Muslim Ayub, anggota Fraksi Partai Amanat Nasional, mendapat giliran bicara. Alih-alih membahas rencana kerja dan anggaran lembaga yang menjadi agenda pertemuan itu, Muslim malah menyorot kiprah Kejaksaan di era Jaksa Agung Muhammad Prasetyo.
Di hadapan rombongan Kejaksaan yang dipimpin Wakil Jaksa Agung Arminsyah, Muslim mempertanyakan ulah kejaksaan di Aceh yang dianggap mencari-cari kesalahan Pemerintah Kabupaten Nagan Raya. Muslim melenggang ke Senayan dari daerah pemilihan Aceh I yang meliputi, antara lain, Nagan Raya. “Saya sudah dua kali memprotes ke Kejaksaan Agung, tapi tak digubris, sehingga saya pakai forum itu untuk mengingatkan mereka,” ujar Muslim menceritakan lagi jalannya rapat itu kepada Tempo, Kamis, 5 September lalu.
Mengakhiri protesnya ke Kejaksaan, Muslim menyerahkan sebundel dokumen yang dibungkus map berwarna biru. Menurut dia, folder itu berisi data yang memperkuat tudingannya, seperti dokumen kerja sama dan rincian anggaran proyek. Muslim meminta Kejaksaan mempelajari berkas tersebut.
Muslim, yang mendapat cerita dari para pejabat Nagan Raya, mengatakan ada jaksa yang ditengarai mencari-cari kesalahan kepala dinas. Polanya, menurut Muslim, jaksa memanggil kepala dinas dan pejabat pelaksana teknis kegiatan setelah tender proyek selesai. Biasanya kesalahan admi-nistrasi saat menggelar lelang akan diungkit-ungkit. “Bupati dan kepala dinasnya tak bisa berfokus bekerja karena pejabat teknisnya ‘dicubit-cubit’,” ucap Muslim. Maksudnya, penyidik memanggil seseorang untuk dicari-cari pelanggarannya.
Dimintai konfirmasi soal temuan Muslim, Bupati Nagan Raya Jamin Idham tak membenarkan ataupun membantah peristiwa yang terjadi di daerahnya itu. Ia menolak membeberkan lebih jauh soal kasus yang diungkap Muslim. “Tapi bukan sesuatu yang mengada-ada,” kata Jamin, yang juga kader Partai Demokrat.
Demokrat pernah ditinggalkan Wali Kota Manado Vicky Lumentut, yang menyeberang ke Partai NasDem. Waktu itu, Sekretaris Jenderal Demokrat Hinca Panjaitan menduga perpindahan Vicky tersebut terkait dengan kasus korupsi dana hibah pe-nanggulangan banjir di Manado. “Patut diduga bahwa pindahnya yang bersangkut-an ke NasDem terkait dengan permasalahan hukum yang sedang dihadapinya,” ujar Hinca ketika itu.
Perpindahan Vicky ke NasDem berlangsung amat cepat. Vicky masih sempat hadir dalam acara ulang tahun Demokrat pada 17 September 2018. Sepuluh hari kemudian, ia tampak di kantor NasDem. Hampir bersamaan dengan waktu kunjungan Vicky ke Gondangdia, Jakarta Pusat, kantor NasDem, Kejaksaan Agung mengagendakan pemeriksaan. Waktu itu Hinca mengatakan, berdasarkan kronologi tersebut, Vicky mencari perlindungan politik karena Jaksa Agung pernah menjadi ka-der NasDem.
Bupati Minahasa Selatan sekaligus Ketua Partai Golkar Sulawesi Utara, Christiany Eugenia Paruntu, ditengarai mengalami hal serupa. Kepada anggota Komisi Hukum DPR, Masinton Pasaribu, Christiany mengadukan kelakuan jaksa di wilayahnya. Menurut Masinton, sejumlah kepala dinas di Minahasa Selatan sempat diperiksa dan ruang kerja Christiany digeledah pada Juni 2018. “Kasusnya terkesan diada-adakan,” kata Masinton.
Menurut pengakuan Christiany -kepa-da Masinton, pejabat kejaksaan sem--pat me-na-wari Christiany pindah ke -NasDem di -tengah proses penyelidikan kasus duga-an korupsi tanggul Pantai -Rano-yapo. -Chris-tiany tak membalas surat -konfirmasi yang dikirimkan Tempo pada 29 -Agustus lalu untuk memastikan cerita -Masin-ton. Kepa-da para pewarta pada hari -pengge-ledahan kantornya, Christiany menjelas-kan -ba-kal meng-hormati proses hukum yang -berja-lan.
Kolega Masinton di Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Trimedya Panjaitan, juga mengaku kerap menerima keluhan kader partai banteng yang menjabat kepala daerah. Menurut Trimedya, anggota Komisi Hukum DPR, para bupati waswas ketika jaksa mulai memeriksa kepala dinas. “Biasanya kepala dinas pekerjaan umum, pendidikan, dan kesehatan yang diperiksa dulu sebelum memanggil kepala daerahnya,” ujar Trimedya.
Mendapat laporan kader di daerah, Trimedya—yang pernah menjabat Ketua Bidang Hukum PDIP—langsung menelepon kepala kejaksaan tinggi setempat. Menurut dia, tak kurang dari lima kepala kejaksaan tinggi yang ia kontak—dua di Sumatera, dua di Jawa, dan satu di Kalimantan. Trimedya meminta mereka tak mencari-cari kesalahan kepala daerah dari PDIP.
Trimedya makin yakin penyelidikan terhadap kader PDIP dibuat-buat karena ia pernah mendapat pengakuan dari seorang kepala kejaksaan di Sumatera. Kepada Trimedya, pejabat ini mengaku kasus yang tengah diusutnya mendapat perhatian dari Kejaksaan Agung. “Ada atensi dari Blok M,” kata jaksa itu seperti ditirukan Trimedya. “Blok M” merupakan kawasan di Jakarta Selatan, tak jauh dari tempat Kejaksaan Agung berkantor.
Cerita lain diungkap calon pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi 2019-2023, Johanis Tanak, yang kini menjabat Direktur Tata Usaha Negara pada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara. Johanis mengungkapkan pengalaman tersulitnya bekerja sebagai jaksa dalam tes wawancara dan uji publik pada 28 Agustus lalu di depan Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK.
Ia mengatakan pernah mengungkap per-kara yang melibatkan bekas Gubernur Sulawesi Tengah, Bandjela Paliudju, ketika menjabat kepala kejaksaan tinggi di -daerah itu. Paliudju berasal dari NasDem, partai po-litik yang sama dengan Jaksa Agung Prasetyo, ketika terpilih menjadi anggota DPR. “Sa--ya dipanggil Jaksa Agung,” ujar Johanis.
Trimedya Panjaitan (Kiri). TEMPO/Imam Sukamto
Menurut Johanis, Prasetyo -menanyakan latar belakang Paliudju. Selain menjelaskan profil kasus, Johanis meyakinkan Prasetyo bahwa timnya sudah memiliki bukti keterlibatan Paliudju dalam kasus korupsi anggaran belanja gubernur dan tindak pi--dana pencucian uang. Prasetyo kemudi-an mengatakan kepada Johanis, -“Paliudju ada-lah angkatan NasDem yang saya lantik.”
Mendengar jawaban bosnya, Johanis menyampaikan bahwa ada sentimen negatif publik terhadap Kejaksaan Agung yang dipimpin bekas kader partai politik. Ia meng-anjurkan penanganan kasus Paliudju menjadi momentum untuk membantah tudingan miring ke Kejaksaan. Namun Johanis juga menyatakan siap melaksanakan perintah apabila Jaksa Agung memutuskan hal berbeda. “Beliau minta waktu untuk mengambil keputusan,” ucap Johanis. Belakangan, kasus Paliudju terus bergulir hingga Mahkamah Agung memvonis purna-wirawan jenderal bintang dua itu dengan hukuman tujuh setengah tahun penjara.
Pada akhir Agustus lalu, Tempo mendatangi Kejaksaan Agung untuk mewawancarai Jaksa Agung M. Prasetyo. Tapi, menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Mukri, dalam beberapa hari terakhir Prasetyo tak berkantor karena sedang sakit. Prasetyo pun tak membalas konfirmasi yang dikirimkan melalui layan-an pesan ke nomor pribadinya. Adapun Mukri menjelaskan institusinya tak pernah memakai kasus hukum untuk kepentingan politik pihak tertentu. Ia memastikan kasus yang ditangani Kejaksaan Agung selalu diproses secara profesional dan obyektif.
Menurut Mukri, Kejaksaan juga tak pernah memeriksa seseorang tanpa dokumen dan laporan yang valid. Ia menyarankan kepala daerah yang diperiksa aparat Kejaksaan membeberkan bukti-bukti yang dimiliki untuk mengklarifikasi tuduhan. Kejaksaan tak ragu menghentikan pengusut-an kasus apabila tak menemukan unsur pidana setelah melalui proses penyelidik-an. “Tak perlu alergi dengan panggilan Kejaksaan,” kata Mukri.
Sekretaris Jenderal NasDem Johnny G. Plate mengatakan partainya tak memanfaatkan posisi Jaksa Agung Prasetyo untuk kepentingan politik. Ihwal sejumlah kepala daerah yang ditengarai berkasus dan pindah ke NasDem, Plate menyebut hal itu merupakan hak politikus untuk memilih partai. “Kalau memang bersalah tapi lolos di Kejaksaan, tetap akan ditangkap oleh polisi atau Komisi Pemberantasan Korupsi,” ujar Plate.
RAYMUNDUS RIKANG, FRISKI RIANA, BUDHIARTI UTAMI PUTRI
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo