Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, mengatakan pemerintahan presiden terpilih Prabowo Subianto harus memprioritaskan pemerataan akses pendidikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Jadi sebelum saya bicara soal kualitas, menurut saya poin pertama ini akses,” kata Ubaid ketika dihubungi Tempo pada Senin, 7 Oktober 2024. Ubaid menilai besarnya peran swasta membuat biaya pendidikan melambung tinggi. Dominasi peran swasta ini terlihat melalui sedikitnya jumlah sekolah negeri di jenjang Sekolah Menengah Atas dan perguruan tinggi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Merujuk pada data dari Badan Pusat Statistik, jumlah SMA swasta dan negeri di Indonesia berbeda tipis, yaitu 7.049 untuk negeri dan 7.396 untuk swasta. Kemudian untuk perguruan tinggi swasta jumlahnya mencapai 2.982, sedangkan perguruan tinggi negeri berjumlah 125. “Jadi semakin tinggi jenjang pendidikan, negara kian absen gitu,” kata Ubaid.
Pada jenjang SMA, di mana jumlah sekolah negerinya lebih sedikit dibandingkan SD dan SMP, jumlah angka putus sekolah juga kian meningkat. Berdasarkan data BPS 2023, jumlah anak yang tidak sekolah di jenjang SMA mencapai 21,61 persen. Sementara itu, pada jenjang SMP angkanya 6,93 persen, dan pada jenjang SD angkanya 0,67 persen.
Oleh sebab itu, menurut Ubaid, pemerintahan Prabowo perlu memikirkan peta jalan selama lima tahun ke depan untuk memperjelas arah pendidikan. Dengan membuat peta jalan, pemerintah bisa menetapkan skala prioritas dalam membebani sektor pendidikan. “Itu kan nanti ada milestone yang jelas nanti. Tahun pertama milestone-nya apa saja, kedua apa saja, sampai lima tahun ke depan seperti apa gitu,” tuturnya.
Laporan Majalah TEMPO edisi 28 Juli 2024 menyoroti komersialisasi pendidikan pada masa Presiden Joko Widodo yang semakin marak. Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Kemendikbudristek, Aditomo, membantah hal itu. “Postur anggaran kami sudah berpihak ke masyarakat, terutama masyarakat miskin,” kata Anindito pada Kamis, 25 Juli 2024.