Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Palangkaraya - Ketua Tim Perumus Mata Pelajaran Muatan Lokal Dewan Adat Dayak (DAD) Kalimantan Tengah, Jhon Retei Alfrisandi, mengatakan selama ini capaian pembelajaran menjadi kendala bagi para guru. Sebabnya, mata pelajaran muatan lokal Dayak tidak masuk dalam jam kredit pelajaran.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Para guru merasa terbebani karena mereka harus mengajarkan muatan lokal tanpa adanya pengakuan dalam bentuk jam kredit, yang berimplikasi pada penilaian kinerja mereka,” ujarnya, Senin, 26 Agustus 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dikatakannya, saat ini, Disdik Kalteng bersama DAD Kalteng tengah mengupayakan agar Mata Pelajaran Muatan Lokal menjadi salah satu mata pelajaran yang memiliki nilai kredit bagi para guru.
Hal ini penting untuk memberikan insentif dan dorongan kepada guru agar lebih bersemangat dalam mengajar materi muatan lokal, khususnya yang berkaitan dengan budaya Dayak.
“Muatan Lokal bukan hanya sekadar pelajaran, tetapi juga menjadi medium penting untuk mengenalkan nilai-nilai budaya, adat istiadat, dan kearifan lokal kepada generasi muda,” tambahnya.
Melalui muatan lokal, diharapkan siswa-siswa di Kalteng tidak hanya unggul secara akademis, tetapi juga memiliki pemahaman yang mendalam tentang budaya dan identitas mereka.
DAD Kalteng dan Disdik juga ingin memastikan bahwa semua elemen pendukung sudah siap, sehingga pengajaran muatan lokal dapat dilakukan secara optimal dan memberi dampak positif bagi siswa.
"Dalam waktu dekat DAD bersama Disdik Kalteng akan mengajukan permohonan kepada pemerintah pusat, agar mata pelajaran muatan lokal bisa masuk dalam mata pelajaran yang diakui kreditnya bagi para guru," ujarnya.
"Kami juga akan merumuskan agar mata pelajaran muatan lokal sesuai dengan kurikulum yang baru, seperti Kurikulum Merdeka belajar."