Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK mengatakan masyarakat yang memprotes suara terlalu keras dari masjid tak seharusnya dihukum. Dia mencontohkan kasus penistaan agama yang menjerat Meiliana, warga Tanjung Balai, Sumatera Utara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meiliana divonis satu tahun enam bulan setelah mengeluhkan suara azan di masjid dekat rumahnya. Menurut dia, suara tersebut terlalu lantang.
JK mengaku tak tahu persis duduk masalah kasus penistaan agama Meiliana. Namun dia menyatakan keluhan soal suara yang terlalu keras dari masjid merupakan hal wajar. "Apabila ada masyarkat yang meminta begitu (suaranya dikecilkan) itu tidak seharusnya pidana," kata dia di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu, 23 Agustus 2018.
Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) itu menyatakan lembaganya sendiri sudah menyebar imbauan agar suara pengajian dan azan yang disiarkan masjid tak terlalu keras. Tujuannya agar suara yang dihasilkan antar masjid tak saling mengganggu. "Karena rata-rata jarak antara masjid di daerah yang padat kira-kira 500 meter," katanya.
DMI juga membatasi waktu penyiaran azan dan pengajian. JK meminta pengajian tidak lebih dari lima menit. "Jadi tidak perlu panjang sampai setengah jam," katanya.
JK juga melarang masjid menggunakan kaset yang melantunkan ayat Al Quran. "Tidak boleh pakai tape, harus langsung mengaji langsung. Karena kalau tape yang mengaji amalnya sama orang Jepang saja yang membuat tape itu," katanya.