Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti di Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM), Zaenur Rohman, menilai keputusan Dewan Pengawas KPK yang tidak menghukum Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar adalah hal yang tidak tepat. Lili terbukti berbohong dalam konferensi pers 30 April 2021 tentang kasus Tanjungbalai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Zaenur, sikap Dewas itu justru akan berdampak buruk bagi komisi antirasuah itu ke depannya. “Dampaknya ya nilai integritas di KPK ini seakan-akan tidak ada artinya lagi,” ujar dia saat dihubungi pada Kamis, 21 April 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia menjelaskan bahwa KPK tidak bisa lagi menunjukkan diri sebagai lembaga memiliki prinsip-prinsip nilai integritas. Selain itu, ia melihat Dewas akan semakin diremehkan oleh masyarakat, termasuk juga insan KPK itu sendiri.
Zaenur mengatakan, keputusan Dewas yang lebih seperti dalam kasus Lili, bisa menurunkan tingkap kepercayaan publik terhadap Dewas itu sendiri. “Baik misalnya kepercayaan publik terhadap KPK secara umum persepsinya juga turun, maupun secara langsung terhadap Dewas,” katanya.
Dengan sikap Dewas yang tidak tegas ini, kata Zaenur, publik akan malas untuk melapor jika putusan-putusannya lembek. “Itu bisa menimbulkan keengganan publik untuk melaporkan ketika mengetahui adanya dugaan pelanggaran etik di internal KPK. Publik bisa mengatakan ‘ngapain lapor kalau tidak diapa-apain sama Dewas’ begitu,” tutur dia.
Selain itu, ke depan keputusan Dewas terhadap kasus etik Lili juga akan menjadi preseden buruk. Zaenur menjelaskan, orang-orang yang diduga melakukan pelanggaran etik memang bisa saja melakukan pembelaan diri dengan berbagai cara, termasuk konferesi pers.
Namun, jika ternyata pelanggaran etiknya ketahuan terbukti dan keterangannya bohong, tapi tidak diproses, itu dapat berdampak buruk ke depan. “Dampak yang memang tidak diharapkan,” ujar Zaenur soal putusan Dewas KPK tak menghukum Lili Pintauli.