Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Indonesia bersama dengan Bumilangit mengadakan Pekan Kreatif untuk Penyandang Disabilitas pada 6-10 Desember 2023 di Bloc Bar 2 (exfoya) MBloc Jakarta. Acara yang turut didukung Microsoft ini menyoroti bakat dan cerita luar biasa penyandang disabilitas melalui pameran seni, talkshow, dan lokakarya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rangkaian acara yang digelar sejalan dengan tema besar Hari Disabilitas Internasional, yakni "Bersatu dalam aksi untuk menyelamatkan dan mencapai SDGs untuk, dengan, dan oleh penyandang disabilitas." Hal ini mencerminkan urgensi percepatan upaya inklusif menuju Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030.
Pekan Disabilitas Wujudkan Masa Depan Inklusif
Menurut Valerie Julliand, Resident Coordinator Perserikatan Bangsa-Bangsa di Indonesia, meski kontribusi penyandang disabilitas di berbagai bidang seperti seni, budaya, teknologi, dan olahraga cukup banyak, masyarakat sering mengabaikan potensi mereka. “Melalui cerita yang menarik, seni, dan solusi inovatif, kolaborasi ini menghormati seniman-seniman itu dan mendorong masyarakat untuk meninjau ulang prasangka, lalu bekerja menuju masa depan inklusif dan memberdayakan,” kata Valerie Julliand, seperti yang dikutip dari siaran pers, Jumat, 8 Desember 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kebutuhan untuk mewujudkan masa depan inklusif semakin mendesak lantaran sekitar 80 persen kaum muda penyandang disabilitas tidak terlibat dalam pekerjaan, pendidikan, atau pelatihan. Padahal menurut Organisasi Buruh Internasional (ILO). Disabilitas dapat mempengaruhi siapa saja, tanpa memandang usia, jenis kelamin, etnisitas, atau status sosial.
Kondisi ini pula yang dialami Juliana Cen, Senior Partner Development Manager di Microsoft Indonesia. Juliana merupakan penyandang disabilitas sindrom Asperger. Ia ikut membagikan pengalaman pribadinya pada acara yang bertema, "Kita mampu! Kita sama!"
Memahami Penyandang Disabilitas dalam Dunia yang Inklusif
Juliana mulai mengenal dunia neurodivergence ketika putra kembarnya - yang saat itu masih balita - terdianosa dengan gangguan spektrum autisme. Dari kondisi yang dialami kedua putranya, Juliana baru menyadari bahwa gejala-gejala yang muncul pernah dialaminya saat kecil. Semakin dalam ia mempelajari tentang autisme, dirinya menemukan beberapa kecocokan karakteristik dan pola pikir terkait autisme.
"Jadi, saya melakukan beberapa tes online, dan hasilnya selalu sama, borderline personality; atau dengan kata lain, ambang batas antara neurodivergent dan neurotypical, dengan kecenderungan menuju neurodivergent," kata Juliana.
Berbagai tes psikologi online yang telah dilakukan Juliana mengarahkan dirinya berkonsultasi dengan psikolog dan saat itulah Juliana terdiagnosa secara klinis memiliki sindrom Asperger. Individu neurodivergent adalah individu dengan perbedaan neurologis yang mempengaruhi pembelajaran, pikiran, dan perilaku individu-individu bersangkutan.
Faizal Thamrin, Data Innovation Lead, UN Global Pulse Asia Pacific menyebutkan, teknologi sering dianggap sebagai potensi untuk membantu individu neurodivergent dan penyandang disabilitas secara luas. " Mengasah keahlian khusus mereka, meningkatkan kemandirian mereka, dan mengakses peluang yangsebelumnya bisa jadi tidak dapat dijangkau," kata Faizal Thamrin.
Aksesibilitas mendorong inklusivitas dengan memanfaatkan inovasi digital dan memanfaatkan data yang berharga, memungkinkan pengambilan keputusan yang lebih informatif dan berdampak positif pada kehidupan.
Pilihan Editor: Hari Disabilitas Internasional: PBB Ajak Rayakan Semangat Kreatif Para Penyandang Disabilitas