Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tiga pekan sebelumnya, polisi menetapkan wakil ketua di Badan Pemenangan Nasional Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Uno itu sebagai tersangka pelanggaran pemilihan umum. Slamet dituding berkampanye ketika berorasi dalam acara tablig akbar yang digelar di Bundaran Gladak, Jalan Slamet Riyadi, Solo, pada Ahad, 13 Januari 2019.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Kepolisian RI Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo mengatakan penghentian kasus ini sudah sesuai dengan prosedur dan tak ada nuansa politis. “Polisi profesional dalam proses penyidikan. Itu menyangkut integritas penyidik juga,” kata Dedi, Rabu pekan lalu.
Sebelumnya, Badan Pengawas Pemilu menerima laporan pelanggaran dari Tim Kampanye Daerah Jokowi-Ma’ruf Kota Solo. Setelah menerima laporan tersebut, Bawaslu menerjunkan tim ke lapangan untuk mengeceknya. Setelah mengantongi temuan di lapangan, Bawaslu kemudian membawa kasus ini ke rapat tim Penegakan Hukum Terpadu, yang juga beranggotakan kepolisian. “Kami menduga sudah ada niat berkampanye,” ujar Komisioner Bidang Penindakan Pelanggaran Bawaslu Kota Surakarta Poppy Kusumo.
Ketua Bawaslu Abhan menyesalkan penghentian itu. Dia mengatakan kasus ini semestinya ditindaklanjuti ke tahap berikutnya, bukan malah dihentikan. “Ketika suatu kasus sudah dibahas sejak awal oleh tiga lembaga, semestinya tidak ada unsur balik SP3. Kalau sudah tahu lemah, jangan lanjut. Kalau tahu kuat, ayo lanjut,” ucapnya.
Adapun Slamet Maarif bersyukur atas penghentian penyidikan kasusnya. “Alhamdulillah, teriring doa. Semoga kepolisian tetap profesional,” katanya.
Perkara Tiga Pekan
POLISI menghentikan kasus Slamet Maarif setelah tiga pekan menyidiknya. Berikut ini sejumlah alasan penghentian.
- Beda penafsiran makna kampanye. Ada perbedaan antara ahli pidana pemilu dan Komisi Pemilihan Umum Surakarta dalam menafsirkan makna kampanye.
- Unsur mens rea (niat pelaku) belum bisa dibuktikan karena tersangka tak pernah memenuhi panggilan pemeriksaan oleh polisi.
- Tenggat penyidikan selama 14 hari telah habis.
Beda Nasib
Ada sejumlah nama tersangkut pidana pemilu. Perkaranya sudah diketuk pengadilan.
Mandala Abadi Shoji
Calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Amanat Nasional.
- Membagikan kupon umrah saat bertatap muka dengan masyarakat di Pasar Gembrong Lama, Jakarta Pusat, pada 19 Oktober 2018.
- Divonis 3 bulan penjara dan denda Rp 5 juta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lucky Andriyani
Calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta dari Partai Amanat Nasional.
- Membagikan kupon umrah saat bertatap muka dengan masyarakat di Pasar Gembrong Lama, Jakarta Pusat, pada 19 Oktober 2018.
- Divonis 3 bulan penjara dan denda Rp 5 juta.
Jadi Korban Tabrak Lari, Tukang Becak Dibui
TUKANG becak di Ambon, Rasilu, harus menanggung pilu. Pria yang menjadi korban tabrak lari itu malah dihukum 18 bulan penjara. Vonis itu dijatuhkan Pengadilan Negeri Ambon karena Rasilu menyebabkan salah satu penumpangnya meninggal. “Mobil yang menabrak belum ditemukan,” kata pejabat Hubungan Masyarakat Pengadilan Negeri Ambon, Harry Setyobudi, Rabu pekan lalu.
Kejadian ini bermula saat Rasilu membawa dua penumpang, Maryam dan Novi, pada September 2018. Ketika becak Rasilu melintas di depan masjid, sebuah mobil menabraknya. Becak Rasilu beserta penumpang terjungkal, sedangkan mobil itu kabur. Maryam dibawa ke rumah sakit dan meninggal dua hari kemudian. Keluarga korban sudah memaafkan, tapi polisi, jaksa, dan hakim menyatakan Rasilu bersalah.
Ahli hukum Universitas Pelita Harapan, Yuni Priskila Ginting, mengatakan Rasilu melakukan kesalahan bukan atas kesengajaan. Dia juga meminta hakim melihat latar belakang kehidupan Rasilu yang mencari nafkah sebagai tukang becak. “Seorang hakim harus memahami rasa keadilan masyarakat,” ujarnya.
Eni Saragih. TEMPO/Imam Sukamto,
Eni Saragih Divonis Enam Tahun Penjara
MANTAN Wakil Ketua Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat, Eni Maulani Saragih, dihukum enam tahun penjara. Majelis hakim menilai Eni terbukti bersalah menerima uang suap Rp 4,75 miliar dari pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo. “Menyatakan terdakwa bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama,” kata ketua majelis hakim Yanto saat membacakan amar putusan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat pekan lalu.
Hakim juga mencabut hak Eni untuk dipilih dalam jabatan publik selama tiga tahun. Eni terbukti menerima suap dari Johannes Kotjo selaku pemegang saham BlackGold Natural Resources Ltd. Fulus tersebut diberikan agar Eni membantu Johannes Kotjo mendapatkan proyek Independent Power Producer Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang Riau-1.
Politikus Golkar ini juga dianggap terbukti menerima gratifikasi Rp 5,6 miliar dan Sin$ 40 ribu. Sebagian besar uang diterima dari pengusaha di bidang minyak/gas digunakan Eni untuk kegiatan partai. Atas putusan itu, Eni menyatakan tidak akan mengajukan permohonan banding. “Saya ikhlas,” ujarnya.
Mabes Polri Tegur Kepolisian Jawa Timur
BADAN Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI menerbitkan telegram yang dikirimkan untuk para kepala kepolisian daerah. Dalam telegram tertanggal 21 Februari 2019 itu, Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Herry Rudolf Nahak menyoroti konferensi pers yang dilakukan Polda Jawa Timur atas pengungkapan kasus prostitusi online yang memperlihatkan wajah saksi pelaku, yakni artis Vanessa Angel.
Vanessa bersama dua muncikari ditangkap tim Polda Jawa Timur saat bertransaksi jasa prostitusi online pada awal Januari lalu. Vanessa digerebek di Hotel Vassa Surabaya bersama seorang pria bernama Ryan. Pada saat yang sama, polisi menangkap model pria dewasa, Avriellia Shaqilla. “Dengan dieksposnya wajah saksi, pelaku yang kebetulan perempuan dapat merendahkan harkat dan martabat perempuan,” ujar Herry dalam surat tersebut.
Menurut Herry, Kongres Wanita Indonesia berpendapat Polri telah berlaku tidak adil dalam memberikan perlindungan dan pengayoman terhadap perempuan. Herry mengingatkan kembali kepada jajarannya bahwa dalam penanganan kasus perempuan, Polri wajib memperhatikan asas perlindungan dan pengayoman.
TEMPO/Imam Sukamto,
LHKPN Pejabat Negara Rendah
KOMISI Pemberantasan Korupsi merilis tingkat kepatuhan pejabat negara dalam menyetorkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Hingga Rabu pekan lalu, dari 329.124 pejabat negara yang wajib lapor, baru 58.598 orang yang melaporkan harta kekayaannya. Sedangkan sisanya, 82,2 persen atau sebanyak 270.544 pejabat negara, belum menyetorkan LHKPN ke komisi antirasuah. “Kami menduga memang ada pihak-pihak yang tidak mau melaporkan kekayaannya,” kata juru bicara KPK, Febri Diansyah, Rabu pekan lalu.
Febri berharap para pejabat negara segera menyetorkan LHKPN sebelum penutupan pelaporan pada 31 Maret nanti. “Kami imbau mereka segera melapor. Ada waktu sekitar 30 hari lagi,” ujarnya. Berdasarkan catatan KPK, tingkat kepatuhan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia paling rendah dalam menyetorkan LHKPN. Dari 560 anggota DPR, saat ini hanya 40 orang yang telah melaporkan harta kekayaannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo