Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon tak melihat ada kepentingan di balik pencalonan beberapa polisi dan tentara nasional Indonesia (TNI) yang maju dalam pemilihan kepala daerah 2018. Menurut Fadli, tak mudah bagi bakal pasangan calon dari kalangan polisi dan TNI menggunakan bekas institusinya untuk memenangkan pilkada.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya tidak melihat ada kepentingan karena mereka sudah pensiun. Begitu pensiun, dia (calon dari polisi dan TNI) sudah jadi warga negara biasa," kata Fadli di The Standford Arms, Hotel Grand Kemang, Jakarta Selatan, Sabtu, 6 Januari 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Fadli berujar, Undang-Undang Dasar 1945 memungkinkan siapa pun untuk dipilih sebagai bakal calon kepala daerah. Masalahnya, anggota polisi dan TNI terbentur aturan institusi agar bisa maju dalam pilkada. Karenanya, mereka harus mengundurkan diri atau pensiun dini sebelum ikut maju dalam pemilihan kepala daerah.
Meski begitu, lanjut Fadli, calon kepala daerah dari kalangan polisi dan TNI belum tentu tegas dalam memimpin. Sebab, ketegasan dalam mengambil sikap atau keputusan bergantung pada kualitas individu.
"Menurut saya ujungnya kembali pada figurnya dan tidak bisa dipukul rata. Ada juga TNI atau purnawirawan TNI yang tidak tegas," ujar Fadli.
Selain ketegasan, menurut Fadli Zon, sosok pemimpin ideal adalah dapat mentransformasi keadaan masyarakat jadi lebih baik lagi.
Beberapa anggota polisi dan TNI memutuskan maju dalam kontestasi pilkada 2018. Salah satunya adalah mantan Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat Edy Rahmayadi.