Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Proyek urun daya netizen prodata Indonesia, KawalPemilu.org, mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI membuat sistem penghitungan langsung dari TPS yang mumpuni. Hal ini menutup peluang kecurangan dan hasil akhir dapat diketahui jauh lebih cepat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Masukan ini mereka suarakan setelah berhasil menghitung perolehan suara Pilpres 2024 dengan cakupan 82,54 persen atau 679.588 TPS dari total TPS sebanyak 823.366.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Co-founder KawalPemilu, Ainun Najib, mengatakan hitungan paling transparan, sah, dan murni terjadi di TPS karena melibatkan warga sekitar dan para saksi. Sebabnya ia menyarankan KPU tidak perlu lagi melakukan penghitungan berjenjang secara manual. “Tinggal input data dan fotonya ke sistem KPU,” kata dia dalam siaran pers yang diterima Tempo pada Selasa, 19 Maret 2024.
Dengan demikian hasil akhir Pemilu bisa diumumkan dalam hitungan hari, bukan bulan. Ainun mencontohkan hasil kerja KawalPemilu.org yang mampu mengumumkan real count hasil Pemilu 2014 dalam waktu sepekan denan 99,76 persen TPS bisa dicapai oleh 700 relawan.
"KPU punya jutaan petugas KPPS di seluruh Indonesia. Bila setelah TPS ditutup mereka fokus pada satu saja proses hitung resmi tanpa banyak salinan, kami yakin Indonesia bisa mengumumkan hasil akhir dalam hitungan hari,” ujarnya.
Selain itu, proses rekapitulasi resmi yang bisa disaksikan real time oleh publik melalui situs KPU akan menutup kemungkinan pengalihan atau penggelembungan suara.
Ainun menuturkan pada Pemilu kali ini situs KawalPemilu.org menerima 7.768 laporan publik yang tersebar di seluruh provinsi. Hal ini menunjukkan tingginya antusiasme masyarakat untuk memonitor penghitungan suara.
Oleh sebab itu, pihak KawalPemilu berharap aspirasi masyarakat untuk berpartisipasi disalurkan melalui sistem yang tidak hanya menunjukkan progress hitung suara, tapi juga memberi fitur untuk menerima dan menindaklanjuti laporan warga.
Sebagai informasi, negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jerman dan Inggris, sudah menerapkan sistem suara dari tiap TPS langsung ditabulasi dan diketahui dalam waktu singkat dengan bantuan teknologi. Namun di Indonesia, ujar Ainun, bukti fisiknya, yaitu C.HASIL, harus tetap ada. Di sistem ada fotonya, sementara lembar fisiknya bisa dibuka bila ada sengketa atau bahkan keraguan.
Rekomendasi Memerlukan Revisi UU Pemilu
Seluruh rekomendasi tersebut membutuhkan revisi UU Pemilu, karena saat ini satu-satunya penghitungan yang menjadi acuan hasil akhir Pemilu adalah rekapitulasi berjenjang manual yang memakan waktu lama.
Co-founder KawalPemilu.org, Elina Ciptadi, menyampaikan pihaknya menyadari performa Sirekap tahun ini tidak optimal. "Tapi kami tidak bisa diam saja ketika berulang kali mendengar ‘angka Sirekap tidak menjadi acuan hasil akhir’ sebagai alasan. Karena itu berarti sistem bisa saja dibuat seadanya dan bisa ditiadakan sewaktu-waktu padahal sudah memakan banyak biaya, tanpa konsekuensi,” ucap Elina.
Maka dari itu, menurut Elina, UU Pemilu perlu memandatkan penghitungan hasil akhir langsung dari TPS yang dibantu teknologi, sehingga KPU tidak punya pilihan kecuali membuat sistem yang bagus, mudah, transparan, dan dapat dilihat seluruh lapisan masyarakat.
“Jangan ada lagi insiden di mana progress tabulasi tiba-tiba tidak lagi terlihat di laman situs informasi Pemilu KPU, seperti yang terjadi sejak 5 Maret 2024. Ini menimbulkan berbagai spekulasi yang meresahkan. Revisi UU Pemilu yang menentukan hasil akhir melalui tabulasi langsung dan transparan dari TPS akan memastikan insiden ini tidak terulang,” kata Elina.
Pemilu Serentak Harus Beriringan dengan Adaptasi Teknologi
Melanjutkan penjelasannya, Ainun menyampaikan sudah saatnya Indonesia mengadaptasi teknologi untuk memudahkan kerja akbar Pemilu serentak. Tentunya dengan proses bisnis yang mengantisipasi segala hambatan yang mungkin timbul, seperti kesalahan baca OCR, deteksi jumlah suara yang melampaui DPT, keterbatasan bandwidth internet, maupun kapasitas server.
Selain itu, sistemnya juga harus diuji fungsi berkali-kali sebelum hari H. Hal ini untuk memastikan para penggunanya, terutama KPPS, bisa menggunakan sistem ini dengan minim hambatan. “Bila pemerintah dapat membuat sistem penyelenggaraan Pemilu dengan teknologi yang mumpuni, transparan dan mudah diakses oleh masyarakat, gerakan urun daya masyarakat seperti KawalPemilu tidak dibutuhkan lagi. Ini konsisten dengan negara-negara yang demokrasinya sudah lebih matang dimana rakyat percaya pada sistem yang ditetapkan pemerintah,” ujar Ainun Najib.